SERATUS TAHUN
100 TAHUN Kita perlu rayakan 100 tahun Chairil Anwar. Penyair Indonesia yang luar biasa ini lahir pada 1922, tahun yang juga disebut sebagai awal “modernisme”, perubahan besar dalam sastra di dunia — perubahan yang dua dasawarsa kemudian membentuk watak karya sastrawan kelahiran Medan ini. Kata “modernisme” — yang dipakai para kritikus dan sejarawan seni di Eropa, dipungut penelaah lain di mana-mana — memang bisa membingungkan. Makna kata itu berkaitan, tapi juga bertentangan, dengan apa yang disebut “modernitas”. Dunia yang dirasuki modernitas adalah dunia di mana zaman bergerak dan perubahan meningkat cepat. Marx mengumpamakannya dengan dramatis: inilah zaman ketika apa saja yang mantap, mapan, dan mandeg jadi cair, meleleh, dan menguap lenyap ke udara, “Alles Ständische und Stehende verdampft”. Tradisi, keyakinan agama, lembaga keluarga dan tatanan sosial, retak dan guncang. Di Indonesia, kita ingat, sejak beberapa dasawarsa sebelum Chairil, sebuah masa datan