IRADAH DAN MURID DALAM KAJIAN TASAWUF
وَلا تَطْرُدِ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالغَدَاةِ وَالعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهُ
Artinya, “Jangan kalian menghalau orang yang menyeru Tuhan mereka pada pagi dan sore yang menginginkan (ridha)-Nya,” (Surat Al-An’am ayat 52). Allah swt juga memiliki iradah. Allah juga menginginkan kebaikan pada orang-orang tertentu. Hal itu diwujudkan melalui taufik dan hidayah yang diberikan kepada orang tersebut sebagaimana keterangan hadits berikut ini.
عن أنس رضي الله عنه، أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إذا أراد الله بعبد خيراً استعمله. فقيل له: كيف يستعمله يا رسول الله؟ قال: يوفقه لعمل صالح قبل الموت
Artinya, “Dari sahabat Anas bin Malik ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Jika Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba, niscaya Allah menjadikan orang itu beramal.’ Sahabat bertanya, ‘Bagaimana Allah menjadikannya beramal ya Rasul?’ ‘Allah memberinya taufik agar ia beramal saleh sebelum matinya,’” (Lihat Abul Qasim Al-Qusyairi, Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah,[Kairo, Darus Salam: 2010 M/1431 H], halaman 111).
Murid dalam pengertian kalangan tasawuf adalah orang yang tidak lagi memiliki keinginan. Orang yang belum dapat memadamkan keinginannya belum dapat disebut murid. (Al-Qusyairi, 2010 M/1431 H: 111). Banyak orang mendiskusikan arti iradah. Setiap mereka membawa pengertian dan konsepnya sendiri sesuai apa yang terbit di hati mereka. Tetapi kebanyakan guru-guru tasawuf mengatakan, iradah adalah meninggalkan adat atau kebiasaannya.
Kebiasaan (adat) manusia yang dimaksud di sini adalah berkelak-kelok di lembah kelalaian, merasa nyaman berkubang dalam mengikuti syahwat, dan duduk nyaman mengikuti angan-angan. Sedangkan murid berlepas diri secara umum dari semua kebiasaan tersebut. (Al-Qusyairi, 2010 M/1431 H: 111). Keluar dari kebiasaan tersebut merupakan tanda dan alamat atas iradah yang sebenar-benarnya. Kondisi demikian disebut iradah, yaitu keluar dari kebiasaan (adat) sebagaimana diterangkan di atas karena meninggalkan kebiasaan merupakan tanda iradah pada diri seseorang. Baca Juga : Dimaksud-syukur-dalam-kajian-para-sufi
Al-Qusyairi juga menyebutkan hakikat iradah. Ia mengatakan, iradah merupakan kebangkitan semangat dalam mengejar Allah swt sebagaimana isyarat dari Surat Al-An’am ayat 52 di atas.
فأما حقيقتها: فهي نهوض القلب في طلب الحق، سبحانه، ولهذا يقال: إنها لوعةٌ تهون كل روعة
Artinya, “Adapun hakikat iradah adalah kebangkitan semangat di hati dalam mengejar Allah swt. Oleh karena itu, iradah merupakan kepedihan hati mendalam (terbakar rindu kepada Allah) yang mengecilkan segala ketakutan,” (Al-Qusyairi, 2010 M/1431 H: 111). Wallahu a’lam.
Komentar
Posting Komentar
SKP : MENANTI KOMENTAR ANDA DALAM RANGKA MEMBERIKAN MASUKAN SARAN DAN PENDAPAT.....