SEKILAS PANDANGAN SYAIKH SITI JENAR
Makna Kematian
Bermacam-macam ajaran agama yang ada didunia mempunyai pandangan tersendiri tentang kematian. ada yang memandang dengan konsep reinkarnasi, kebangkitan, hingga alam barzah. Tetapi intinya mengindikasikan satu tujuan yang sama, yaitu kembalinya diri, jiwa, ruh ke Haribaan PEMILIK YANG HAQ, meninggalkan alam jasmani dibumi.
Di dunia Sufi ada sesuatu yang berbeda, salah satunya yaitu pendapat dan ajaran Syaikh Siti Jenar, yang menyatakan bahwa “alam dunia ini adalah alam kematian”. Dunia adalah alam kubur dan raga adalah sebuah teralis jeruji besi yang memenjara jiwa ketika berada didunia sehingga merasakan kesusahan didunia, haus, lapar dan kesedihan. Hidup yang kita jalani sekarang hanya sebuah persiapan untuk memasuki hidup yang sebenarnya dan jika tidak siap, jiwa akan terperangkap ke dalam alam kematian kembali yang "bersifat bangkai". Sedangkan Hakikat dari hidup adalah kekal selamanya dan tak mengalami lagi suatu keadaan yang bernama kematian.
Analogi hidup dan mati adalah seperti perputaran bumi pada porosnya, atau layaknya terjadi siang dan malam. Ketika manusia lahir, dia sebenarnya “born to die” / Lahir untuk menuju kematian. Dunia bukan jalan hidup tetapi jalan menuju kematian. Hidup yang sebenarnya adalah tanpa raga, telanjang dalam wujud frekuensi murni dengan apa yang paling awal di ciptakan oleh SANG MPUNYA. Dalam konteks Jawa dikenal dengan “manunggaling kawula Gusti/ bersatunya diri dengan Tuhan".
Kebutuhan kita didunia akan sandang, pangan, papan (pakaian, makanan dan tempat tinggal) selama didunia hanya sarana untuk menunda kematian dan menemukan jalan hidup yang sesungguhnya, karena kematian tidak bisa dihentikan, maka tenaga yang dihasilkan dari faktor-faktor tersebut seharusnya digunakan untuk persiapan menuju alam Kematian jasad/kehidupan abadi.
وَأَنفِقُوا مِن مَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu ; lalu ia berkata : "Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?" (QS. Al Munafiqun :10)
Meskipun pendapat Syaikh Siti Jenar ini semua bersumber serta dilandasi pada ayat-ayat Al Qur’an, tetapi universal untuk semua agama umat manusia. Konsep filsafat inilah yang ingin diterapkan oleh Syaikh Siti Jenar karena lebih rasional dalam menggambarkan keaslian kultur masyarakat Jawa. Islam yang dipahami sesuai dengan realita, bukan sekedar dogma .menekankan pada budi pekerti tanpa kebohongan maupun symbol-simbol yang menipu dan melepaskan kebiasaan hidup yang hanya berdasarkan opini ataupun pendapat. Pancaindrapun tidak bisa kita jadikan pedoman dalam hidup untuk mencari kebenaran, panca indera kita bukan jarang tertipu atau salah dalam menilai sesuatu, indra hanyalah alat.
Begitu juga dengan akal budi yang masih bisa diartikan sebagai ego karena sifatnya yang bias dan kemungkinan menyimpang. Luar biasa pendapat Sang Syaukh ini, karena 250 tahun mendahului pandangan seorang filsuf besar Immanuel Kant (1724-1804).
Syaikh Siti Jenar juga ingin mengajarkan Islam yang sesuai dengan tatanan kehidupan, kondisi dan budaya masyarakatnya. Berdasar pada akal budi yang terpimpin, melepaskan diri terlebih dulu dari hawa nafsu, kepalsuan dan dusta tetapi tetap dalam alur Syariat Islam dengan berpedoman pada Al-Qur’an, berbentuk Islam yang tumbuh dari dalam diri. Bagi Sang Syaikh, hidup sesungguhnya adalah menjadi manusia hakiki yang merupakan perwujudan dari hak, kemandirian dan kodrat. Dalam hal ini ada perbedaan pandangan antara beberapa Sufi yang berpendapat pada dualisme, kesatuan hamba dan Tuhan dengan Sang Syaikh yang lebih berfokus pada diri pribadi, satu realitas, TUHAN selalu bersama manusia.
Menjadi manusia yang memahami eksistensinya karena hanya manusia yang mempunyai eksistensi didunia. Bagi Syaikh Siti Jenar, kepercayaan adalah kepercayaan, terlepas dari pandangan dualisme maupun monoisme, terlepas dari bermacam agama dan kepercayaan yang membungkusnya. Agama hanya sebuah jalan yang harus dilalui, dengan tujuan yang sama, 'TUHAN'. Disini Syaikh mengajarkan manusia untuk melihat perbedaan antara citra dan realita. Semua yang timbul dari sesama manusia adalah citra, sedangkan menguasai ilmu tentang kematian adalah realita.
Diperlukan kematangan pemikiran kita dalam mendalami apa yang diajarkan Syaikh Siti Jenar, terlebih lagi sebenarnya sangat diperlukan panduan dari seorang Syaikh Yang Benar-benar ahli Tasawuf, agar tidak timbul kesalah pahaman dalam mengartikan sehingga menjebak pemikiran kita sebagaimana pandangan negatif masyarakat Jawa terhadap Syaikh Siti Jenar selama ini. Semua pandangan, ajaran dan pendapat Sang Syaikh adalah bersumber pada Al-Qur’an yang ditafsirkan secara mendalam, akurat dan dalam pemaknaan yang tinggi sehingga sesuai dengan adat dan budaya masyarakat Jawa tanpa terjadi pemaksaan dalam artifikasi maupun pelaksanaan.
Dalam pemikiran saya sebagai penulis yang terus terang saja masih sangat amat dangkal, dari pendapat Syaikh Siti Jenar yang telah dikemukakan adalah pentingnya implementasi dalam relevansi antara keikhlasan, kesederhanaan dan memberdayakan pemikiran yang logis untuk mencapai eksistensi manusia dalam perjalanan sementara didunia menuju hidup yang sesungguhnya. TUHAN adalah sebagai Causa Prima (Penyebab Pertama) dalam hal ini DIA menciptakan manusia. Sedangkan perbuatan baik atau buruk pada manusia merupakan iradatnya sendiri dan tidak bisa disalahkan pada TUHAN, seperti kesalah kaprahan beberapa manusia yang egois selama ini. Jika manusia telah mencapai tingkatan dalam pengendalian diri yang baik, berbuat baik beramal saleh, telah mampu melepaskan hawa nafsu dan berbudi luhur, niscaya TUHAN akan senantiasa bersama manusia.
Tidak dapat memuat zat-Ku bumi dan langit-Ku, kecuali “hati” hamba-Ku yang mukmin lunak dan tenang. (HR. Abu Dawud)
Bila manusia tidak lagi hanya memikirkan syari’at, tarekat, hakikat dan makrifat, maka dirinya telah menuju “manunggaling kawula Gusti”. Menjadi wujud realitas manusia sejati. Memenuhi kodratnya sebagai khalifah-NYA didunia.
Ajaran Syaikh Siti Jenar yang lainya juga menggambarkan demokrasi, perbedaan pendapat, keberagaman, persatuan dan berbagai pemikiran yang hebat akan tetapi memang tampaknya terlalu jauh kedepan melampaui pemikiran umum pada masa itu, Jauh sebelum munculnya pemikiran-pemikiran modern eropa abad ke -18 hingga ke -21 mengenai demokrasi, keterbukaan, persamaan, kebebasan dan persudaraan, Syaikh Siti Jenar telah mengajarkan semua itu di abad ke-16, sehingga menimbulkan perbedaan pendapat dan pergesekan dengan ajaran 8 Wali yang sudah ada pada waktu itu.
Sebagai bahan renungan, Ajaran Syaikh Siti Jenar memang merupakan ajaran Islam Jawa yang kontroversial dengan ajaran main stream, ajaran islam secara umum diikuti didunia ini. Karena itu sebaiknya mencerna ajarannya dengan hati yang tenang dan pikiran yang jernih. Siti Jenar bukanlah sosok yang ingin merusak ajaran islam. Tetapi dia hendak mengajarkan islam yang bisa diterima dengan baik di Jawa.
Sudut pandang yang berbeda antara Wali Sanga dan Siti Jenar
Wali Songo melakukan akulturasi Islam dengan Jawa, sedang Siti Jenar melakukan asimilasi Islam dengan Jawa sehingga terbentuklah Islam Jawa. Dengan Asimilasi ini akan muncul wajah Islam yang baru, tanpa terseret bentuk lahir Islam yang Timur Tengah. Dengan cara ini diharapkan Islam diterima oleh orang Jawa dengan baik, dan menghasilkan sinergi bagi kebangkitan Nusantara setelah runtuhnya kerajaan Majapahit.
Ajaran Siti Jenar cepat berkembang. Mereka yang semula menerima islam ala Wali Songo, segera beralih ke Islam Jawa. Raja Demak khawatir, takut kerajaannya digulingkan oleh Ki Pengging, cucu Majapahit. Maka dicarilah cara untuk menumpas Syaikh Siti Jenar. Para wali sebenarnya enggan berselisih dengan Siti Jenar. Karena yang terjadi antara mereka dengan Siti Jenar hanyalah perbedaan pandangan. Namun, kepentingan politis lebih menonjol. Yang Jelas berdasarkan berbagai versi sejarah, Siti Jenar dan Ki Pengging dibunuh oleh Demak. Baca Juga : Allah-sumber-dari-segala-sumber-cahaya
Inilah sedikit tulisan tentang Syaikh Siti Jenar, seorang WALIYULLAH yang besar dan kontroversial Kehadiraannya telah menentramkan sekaligus menggelisahkan. Semoga Bermanfa'at.
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Komentar
Posting Komentar
SKP : MENANTI KOMENTAR ANDA DALAM RANGKA MEMBERIKAN MASUKAN SARAN DAN PENDAPAT.....