SYAIKH SITI JENAR YANG KONTROVERSIAL
Syaikh Siti Jenar adalah seorang tokoh legendaris, misterius sekaligus kontroversial yang hidup di tanah Jawa pada sekitar abad 14-15 M. Dia dianggap sebagai salah satu penyebar agama Islam di Jawa namun memiliki ajaran yang berbeda dengan ajaran yang disampaikan oleh Wali Sanga. Beliau terkenal dengan ajaran-ajaran “Ilmu Kasampurnaan” dan “Manunggaling Kawulo Gusti” yang kontroversial.
Sampai sekarang asal-usul, riwayat hidup, ajaran dan kisah kematiannya masih menjadi misteri dan bahan perdebatan yang tidak habis diperbincangkan. Ada banyak versi mengenai hal ini. Ada yang berpendapat beliau hidup pada tahun 1348-1439 namun ada pula yang mengatakan 1426-1517. Ada yang mengatakan beliau berasal dari kalangan rakyat biasa namun berhasil mencapai ilmu agama dan ilmu kebatinan yang tinggi sehingga memiliki banyak pengikut.
Ada yang mengatakan beliau adalah anak dari seorang ulama asal Malaka dan sempat belajar ilmu tasawuf ke Baghdad. Ada pula yang mengatakan beliau adalah ulama keturunan Timur Tengah dan sempat berguru pada pertapa Hindu-Buddha yang ada di Jawa. Ada lagi yang mengatakan bahwa beliau berasal dari Persia. Beliau memiliki banyak nama dan gelar antara lain: Syaikh Lemah Abang, Syaikh Sitibrit, Syaikh Jabaranta, Syaikh Abdul Jalil, Syaikh Siti Luhung serta Susuhunan Kajenar. Nama Siti Jenar konon berasal dari kata-kata “Siddi Jinnar” yang berarti Tuan yang kekuatannya seperti api. Ada pula yang mengatakan Siti Jenar atau Lemah Abang berasal dari nama dukuh dan padepokan yang pernah beliau pimpin.
Soal kematiannya juga masih menjadi misteri hingga hari ini. Ada yang mengatakan beliau wafat dipenggal oleh penguasa Demak namun jenazahnya menebarkan bau harum dan tetesan darah dari lukanya membentuk tulisan Allah. Ada yang mengatakan beliau memilih jalan kematiannya sendiri dengan cara melepas jiwanya dari raga (ngracut sukma). Ada lagi pendapat yang mengatakan beliau kemudian menyepi dan mengasingkan diri dari kehidupan duniawi.
Kisah dan ajaran dari Syaikh Siti Jenar bisa kita temui dalam Kitab Purwaka Tjaruban Nagari, Babad Banten, Babad Tanah Jawi, Serat Syaikh Siti Jenar, Serat Wirid Hidayat Jati, Kitab Talmisan, Musakhaf dan Balal Mubarak. Karena banyaknya versi yang berbeda-beda mengenai riwayat Syaikh Siti Jenar maka disini saya cuma akan menulis garis besarnya saja. Meski demikian diyakini bahwa Syaikh Siti Jenar adalah salah seorang penyebar agama Islam di Tanah Jawa yang hidup sejaman dengan para Wali Sanga.
Syaikh Siti Jenar menjadi terkenal karena ajaran kontroversialnya yaitu “Manunggaling Kawulo Gusti”. Menurut beliau roh suci (roh idhofi) atau hidup manusia itu berasal dari Hidup Ilahiah itu sendiri dan manusia harus bisa menyucikan dan menyempurnakan jiwanya agar bisa kembali kepada-Nya. Ketika sifat sejati bisa melebur ke dalam Cahaya Ilahi inilah maka manusia dikatakan telah mencapai kesempurnaan. Dalam ilmu tasawwuf hal ini disebut dengan istilah Fana Fillah (lebur di dalam Tuhan).
Sebenarnya hal ini juga tidak bertentangan dengan agama karena dalam Al Quran sendiri juga disebutkan bahwa manusia berasal dari tiupan Roh Tuhan (Q.S. As Sajdah: 9) dan bahwa Tuhan itu lebih dekat dari urat leher manusia itu sendiri (Q.S. Qaaf: 16). Syekh Siti Jenar juga mengajarkan tentang toleransi antar agama karena menurutnya semua agama adalah jalan untuk menuju kepada-Nya (Q.S. Al Baqarah 2: 62). Beliau juga banyak mengajarkan tentang akhlak, budi pekerti luhur dan mengutamakan olah penghalusan rasa. Manungsa (manusia) berarti Manunggaling Rasa (menyatunya rasa).
Ajaran Syaikh Siti Jenar ini dengan cepat menyebar dan diterima oleh kalangan masyarakat luas sehingga bisa menyaingi popularitas dan ajaran dari Wali Sanga. Hal ini juga mungkin dikarenakan ajarannya yang bersifat sinkretis dan dekat dengan kepercayaan tradisional masyarakat yang cenderung masih bercorak Hindu-Buddha. Ajaran Syaikh Siti Jenar juga dianggap lebih mudah karena tidak menekankan pada segi aturan-aturan lahiriah yang kaku melainkan lebih mengutamakan pada aspek hakikat dan esensi dari ajaran agama.
Meskipun konon Wali Sanga bisa memahami makna dan kebenaran dari ajaran Syaikh Siti Jenar ini tapi di sisi lain mereka juga menjadi khawatir. Wali Sanga khawatir umat awam yang belum cukup kuat aqidahnya akan terjerumus karena ajaran ini. Mereka juga khawatir misi mereka untuk mengislamkan tanah Jawa menjadi terhambat. Saat itu Syaikh Siti Jenar juga memiliki banyak murid yang berasal dari kalangan ningrat dan bangsawan seperti Ki Ageng Pengging, Ki Ageng Tingkir, Pangeran Panggung, Ki Lontang Asmara dan lain-lain. Secara politis penguasa Demak yang dekat dengan Wali Sanga juga khawatir karena diantara murid Syaikh Siti Jenar terdapat keturunan yang masih berasal dari trah Majapahit yaitu Ki Ageng Pengging yang adalah cucu dari Raja Majapahit Brawijaya V.
Sultan Demak khawatir kalau pengikut Syaikh Siti Jenar yang banyak itu kelak akan memberontak dan menggusurnya dari tahta untuk mendirikan kerajaan Majapahit yang baru. Konflik sosial dan politik ini berujung pada vonis hukuman mati yang dijatuhkan oleh Sultan Demak setelah memperoleh persetujuan dari sebagian dewan wali kepada Syekh Siti Jenar.
Konon setelah itu Syaikh Siti Jenar dijemput di Desa Krendhasawa. Terjadilah pembicaraan antar Syaikh Siti Jenar dengan pihak Demak (bahkan ada yang mengatakan Syaikh Siti Jenar dijemput oleh 5 orang wali). Setelah itu kabarnya menjadi simpang siur. Ada yang mengatakan Syaikh Siti Jenar kemudian dibawa ke Demak untuk dieksekusi namun ada pula yang mengatakan Syaikh Siti Jenar meminum tirtamarta (air kehidupan) nya sendiri atau menjemput kematian dengan caranya sendiri untuk mengakhiri konflik yang berkepanjangan tersebut. Ada lagi yang mengatakan Syaikh Siti Jenar memilih untuk mengasingkan diri dan menjauhi kehidupan bermasyarakat. Tidak jelas pendapat mana yang benar diantara 3 versi tersebut.
Namun meskipun Syaikh Siti Jenar telah tiada tapi ajarannya tetap masih langgeng dan lestari hingga hari ini. Pengikutnya kemudian disebut dengan istilah Islam Kejawen. Anak Ki Ageng Pengging yaitu Joko Tingkir bahkan berhasil berkuasa di Pajang dengan gelar Sultan Hadiwijaya. Panembahan Senopati yang mendirikan Kerajaan Mataram juga dianggap sebagai salah satu pengikut dari ajaran Syaikh Siti Jenar. Pro-kontra tentang ajaran Syaikh Siti Jenar masih berlangsung hingga kini. Baca Juga : Kisah-sufi-dan-ahli-agama
Meskipun banyak didiskreditkan oleh golongan yang mayoritas dan lebih berkuasa namun ajaran Syaikh Siti Jenar ternyata masih memiliki daya tarik yang mengundang rasa ingin tahu banyak orang. Semua ini menjadi tanda bahwa meskipun mengundang kontroversi namun Syaikh Siti Jenar telah menjadi sosok yang kharismatik dan legendaris yang telah mewarnai sejarah perjalanan bangsa ini, terutama bagi kalangan masyarakat Jawa.
Di bawah ini merupakan silsilah Syaikh Siti Jenar yang bersambung dengan Sayyid Alawi bin Muhammad Sohib Mirbath hingga Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-Rumi (Hadramaut, Yaman) dan seterusnya hingga Imam Husain, cucu Nabi Muhammad SAW. Mulai dari Nabi Muhammad SAW, berputeri Sayidah Fatimah az-Zahra menikah dengan Ali bin Abi Thalib, berputera Husain r.a, berputera Ali Zainal Abidin, berputera Muhammad al-Baqir, berputera Imam Ja'far ash-Shadiq, berputera Ali al-Uraidhi, berputera Muhammad al-Naqib, berputera Isa al-Rumi, berputera Ahmad al-Muhajir, berputera Ubaidillah, berputera Alawi, berputera Muhammad, berputera Alawi, berputera Ali Khali' Qosam, berputera Muhammad Shahib Mirbath, berputera Sayid Alwi, berputera Sayid Abdul Malik, berputera Sayid Amir Abdullah Khan (Azamat Khan), berputera Sayid Abdul Kadir, berputera Maulana Isa, berputera Syaikh Datuk Soleh, berputera Syaikh Siti Jenar. Wallahu a'lam
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Komentar
Posting Komentar
SKP : MENANTI KOMENTAR ANDA DALAM RANGKA MEMBERIKAN MASUKAN SARAN DAN PENDAPAT.....