KESIMPULAN MENGENAI WAHDATUL WUJUD
Maka, jelaslah bahwa, pemahaman yang benar tentang wahdatul-wujud menurut kaum sufi adalah suatu pemahaman yang murni dan
sesuai dengan aqidah Islam yaitu, melihat seluruh wujud (keberadaan) makhluk, tidak wujud dengan diri mereka sendiri, tetapi wujud dengan Allah s.w.t. (dengan pertolongan dan kekuasaanNya).
Adapun orang-orang yang jahil yang menganggap sesat kaum sufi dalam masalah ini, sebenarnya tidak memahami wahdatul wujud dengan makna yang sebenarnya menurut pandangan kaum sufi.
Begitu juga, golongan orang-orang yang sesat dalam pemahaman wahdatul-wujud dengan mendakwa ketuhanan pada diri, mengaku hulul dan ittihad (pantheisme), merupakan golongan yang tertolak di sisi kaum sufi itu sendiri. Pemahaman mereka bukanlah pemahaman kaum sufi terhadap wahdatul-wujud sebagaimana kaum sufi memahaminya dengan makna wahdatus-syuhud, bukan dengan makna hulul dan ittihad.
Dalam masalah wahdatul-wujud, orang yang sesat hanyalah orang yang ingin memahaminya dengan makna falsafah, bukan dengan makna penghayatan kaum sufi
itu sendiri.
√ Maraji’ :
Al-Qur'an Al-Karim
Tafsir Al-Baidhowi
Tafsir Ar-Razi
Tafsir Pimpinan Ar-Rahman
Kitab-kitab Hadits (terutama Sahih Al-Bukhari dan Sahih Muslim)
Al-Washoya oleh Imam Ibn 'Arabi r.a.
Al-Futuhat oleh Imam Ibn 'Arabi r.a.
Ihya' Ulumiddin oleh Imam Al-Ghazali r.a.
Lafo'iful Minan oleh Imam As-Sakandari r.a.
Ta'yiid Al-Haqiqah Al-'Aliyah oleh Imam As-Suyuti r.a.
Syarah Hikam Ibn Roslan oleh Imam Zakaria Al-Ansari r.a.
Syarah Al-Muhazzab oleh Imam An-Nawawi r.a.
Idhohul Maqsud fi ma'na wahdatul-wujud oleh Imam An-Nablusi r.a.
Khomrotul Khan oleh Imam An-Nablusi r.a.
Al-Maurid Al-Azb oleh Sheikh Mustofa Al-Bakri r.a.
Muqoddimah buku Anwar An-Nabi s.a.w. oleh Sheikh Ahmad Farid Al-Mazidi
Tahdzib Syarah Al-Aqidah At-Tohawiyah oleh Dr. Umar Abdullah Kamil
Tahdzib Syarah As-Sanusiyah oleh Sheikh Sa'id Fudah
Ahmad Mukhlis Ar-Razi. Dan lain-lain.
✓Tasybih dan Tanzih
Permasalahan Tasybih dan Tanzih juga merupakan polemik dari dahulu hingga sekarang. Dalam hal ini Ibn Arabi berpendapat bahwa dalam mengenal Allah manusia harus melihat TanzihNya (Kesucian Allah dari segala sifat yang baru) pada TasybihNya (KeserupaanNya dengan yang baru) dan tasybihNya pada tanzihNya. Artinya untuk mengenal Allah harus menggabungkan dua aspek tadi sekaligus. Ibn Arabi sering mengutip perkataan Abu Sa’id Al-Kharraj : “ Aku mengenal Allah dengan menggabungkan dua hal yang bertentangan.” Menurutnya apabila seseorang mengenal Allah hanya dengan aspek tanzih berarti dia telah membatasi kemutlakanNya.
Karena tanzih berarti menafikan segala sifat bagi Allah seperti yang dilakukan oleh kalangan Mu’tazilah yang melucuti Tuhan dari segala sifat, hingga Allah menjadi suatu yang tak bisa dikenal dan dijangkau. Hal ini mengakibatkan terputusnya hubungan Tuhan dengan manusia. Kemudian jika hanya mengenal Allah dalam aspek tasybih saja seperti yang dilakukan kalangan Al-Mujassimah maka mengakibatkan keserupaan Tuhan dengan yang baru.
Demikianlah, Wallahualam.
Kebenaran hanya milik Allah swt, jika anda mendapati kebenaran pada tulisan ini, semata-mata hanya anugerah dari Allah swt, namun jika terdapat kesalahan itu karena kebodohan saya (penulis).
#Catatan bagi orang awam dan para pemikir/penulis yang kering dan dangkal tanpa SULUK
Dijelaskan dalam Tuhfatul Ahwadzi bahwa di zaman tersebut, orang yang berpegang teguh dengan agama hingga meninggalkan dunianya, ujian dan kesabarannya begitu berat. Ibaratnya seperti seseorang yang memegang bara (nyala) api. Bara api tentulah panas dan tentu amatlah sulit mempertahankan genggaman tersebut tanpa membuat tangan melepuh.
Ath Thibiy berkata bahwa maknanya adalah sebagaimana seseorang tidak mampu menggenggam bara api karena tangannya bisa terbakar sama halnya dengan orang yang ingin berpegang teguh dengan ajaran Islam saat ini, ia sampai tak kuat ketika ingin berpegang teguh dengan agamanya. Hal itu lantaran banyaknya maksiat di sekelilingnya, pelaku maksiat pun begitu banyak, kefasikan pun semakin tersebar luas, juga iman pun semakin lemah.
Sedangkan Al Qari mengatakan bahwa sebagaimana seseorang tidaklah mungkin menggenggam bara api melainkan dengan memiliki kesabaran yang ekstra dan kesulitan yang luar biasa. Begitu pula dengan orang yang ingin berpegang teguh dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di zaman ini butuh kesabaran yang ekstra.
Itulah gambaran bagi orang-orang yang konsisten dengan ajaran Islam secara kafah saat ini, yang ingin terus menjalankan ibadah sesuai sunnah Rasul , begitu sulitnya dan begitu beratnya.
Acapkali bagi masyarakat awam, orang-orang yang memegang teguh terhadap ajaran ajaran Islam sejati adalah orang-orang yang fanatik. Kadang cacian yang mesti diterima. Kadang dikucilkan oleh masyarakat sekitar. Kadang jadi bahan omongan yang tidak enak. Bahkan parahnya sampai-sampai ada yang nyawanya dan keluarganya terancam.
Melawan arus, dimana kita mencoba menjadi orang baik disaat menjadi salah adalah sesuatu yang wajar, tentu mendapat konsekuen yang tidak mengenakkan dalam kehidupan bermasyarakat. Demikianlah resikonya.
Namun nantikan balasannya di sisi Allah SWT yang luar biasa andai mau bersabar.
Ingatlah janji Allah SWT,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10).
Sebagaimana disebut dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir, Al Auza’i menyatakan bahwa pahala mereka tak bisa ditimbang dan tak bisa ditakar. Itulah karena saking banyaknya. Ibnu Juraij menyatakan bahwa pahala mereka tak bisa terhitung (tak terhingga), juga ditambah setelah itu. Inilah masa dimana orang-orang yang berpegang teguh dalam Islam bagai memegang bara api.
Berpegang teguh dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat ini memang amat berat, bagai mereka yang memegang bara api.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ
“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Baca Juga : Pengetahuan-tentang-ketuhanan-marifah
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Komentar
Posting Komentar
SKP : MENANTI KOMENTAR ANDA DALAM RANGKA MEMBERIKAN MASUKAN SARAN DAN PENDAPAT.....