PRABOWO, “DILAN” TAHUN 1960-AN YANG DIGILAI GADIS-GADIS LONDON
PRABOWO, “DILAN” TAHUN 1960-AN YANG DIGILAI GADIS-GADIS LONDON
KRRIIIIIIIIINGNG ................
"Can I speak with Bowo, please?"
"Who’s speaking here?"
"Jane."
Demikianlah telepon di rumah keluarga Dr. Sumitro di London setiap saat berdering. Kebanyakan telepon-telepon itu berasal dari gadis-gadis Inggris cilik yang ingin bicara dengan Bowo, atau nama lengkapnya Prabowo Subianto, anak ketiga Dr. Sumitro, yang sering dikejar-kejar oleh gadis-gadis cilik karena parasnya yang cakep. Kali ini Jane yang ingin bicara, lima menit kemudian Margareth, lain kali lagi Rose. Akan tetapi gadis-gadis cilik ini kerap kali juga dibuat kecewa, karena Bowo yang baru berusia 15 tahun dan belum suka cewe-cewean sering kali membentak mereka agar jangan mengganggunya di rumah. "I’ve told you many times not to call me at home!”
Bowo sudah beberapa tahun menetap di London bersama dengan ibunya, Ny. Dora Sumitro, kakaknya Maryani Ekowati, dan adiknya Hashim Sujono. Kakaknya yang sulung, Biantiningsih, yang berusia 19 tahun, telah setahun lebih meninggalkan mereka untuk belajar sebagai mahasiswi tingkat II pada Universitas Wisconsin, Amerika Serikat, sedangkan ayahnya, Prof. Dr. Sumitro dalam enam bulan kadang-kadang hanya satu minggu tinggal bersama mereka.
Di sini nampaklah betapa beratnya kehidupan Ibu Dora Sumitro, seorang wanita Manado, sebagai seorang ibu dari 4 orang anak yang selalu harus berpisah dengan suaminya di tempat asing. Problem-problem rumah tangga kerap kali harus dipecahkannya seorang diri. Salah satu problem misalnya, ialah bahwa Hashim yang ketika meninggalkan Indonesia baru berusia tiga tahun kini sama sekali tidak dapat berbahasa Indonesia.
Akan tetapi untunglah bahwa anak-anak tersebut dalam bidang pendidikan tidak banyak menimbulkan kesulitan bagi ibunya. Mereka semuanya pada umumnya mewarisi kepandaian ayahnya.
Terutama Bowo sangat menonjol sekali kecerdasannya di sekolah, sehingga ia meloncat satu kelas dan kini duduk bersama dengan kakaknya, Maryani, di kelas dari sebuah Sekolah Menengah di London (menurut rencana, keluarga Sumitro akan kembali ke tanah air setelah kedua anak ini lulus). Baca juga Prabowo-subianto-djojohadikusumo
Kehidupan di London ini, jika dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, jauh lebih bahagia. Pada saat-saat permulaan hidup pengembaraan mereka, yaitu sekitar tahun 1957-1958 mereka jauh lebih banyak mengalami kesengsaraan.
Ketika meninggalkan Indonesia pada tanggal 10 Mei 1957, mereka mengungsi ke Singapura. Di sini mereka tidak tinggal lama, karena kemudian Dr. Sumitro kembali ke Manado untuk menetap di sana dengan mondar-mandir di daerah-daerah, khususnya di Padang dan Palembang.
Tahun 1958 mereka untuk kedua kalinya meninggalkan tanah air untuk mengembara di Singapura, Kuala Lumpur, Zurich, dan akhirnya London. Di Singapura dan Kuala Lumpur mereka hanya tinggal kira-kira satu setengah tahun, karena kehadiran mereka tidak dikehendaki oleh Pemerintah negara-negara tersebut. Demikian pula di Zurich, permintaan perpanjangan izin mereka tidak dikabulkan.
Akan tetapi sementara itu Dr. Sumitro sendiri mondar-mandir dari satu negara ke negara lain dan hanya kadang-kadang saja singgah ke rumah mengunjungi anak istrinya. Terutama di Bangkok, Singapura dan Kuala Lumpur, Dr. Sumitro sering tinggal karena di tempat-tempat ini ia membuka kantor penasehat ekonomi yang diberi nama Economic Consultant for South East Asia, sekadar untuk mencari nafkah bagi hidupnya.
Suatu hal yang patut dikemukakan ialah bahwa selama pengembaraannya di luar negeri Dr. Sumitro selalu mengikuti dengan teratur perkembangan di tanah air, baik melalui media massa dari dalam dan luar negeri, maupun melalui informasi-informasi yang diberikan oleh teman-temannya di Indonesia. Dengan teratur ia selalu menerima surat kabar Sinar Harapan, Berita Yudha, Angkatan Bersenjata, dan Kompas di luar negeri.
Tulisan-tulisannya yang tersebar luas di luar negeri maupun yang beredar secara tak resmi di dalam negeri menunjukkan betapa akuratnya ia mengikuti semua yang terjadi di sini dan betapa besarnya perhatian bagi perkembangan bangsanya. Kembalinya Dr. Sumitro telah banyak menimbulkan pertanyaan-pertanyaan di sekitar masa depannya di sini. Bagi Dr. Sumitro sendiri bukanlah soal pokok apakah ia akan duduk sebagai Menteri dalam Kabinet Ampera ataukah sebagai seorang swasta di luar pemerintahan. Yang penting baginya ialah bahwa ia dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi perbaikan ekonomi kita.
Walaupun sudah 10 hari kembali di tanah air, namun Dr. Sumitro belum muncul di muka umum. Kecuali bagi orang tuanya dan beberapa teman-teman dekatnya. Dr. Sumitro, dewasa ini masih hidup dalam persembunyian. Sekali dua kali ia mengunjungi beberapa pejabat dan kadang-kadang juga dibawa berekreasi ke Puncak oleh teman-teman yang paling dekat dengan dia, akan tetapi untuk umum, Dr. Sumitro belum bersedia memperlihatkan wajahnya. Seperti disampaikannya kepada wartawan Anda, saat-saat ini Dr. Sumitro masih menghadapi banyak sekali urusan-urusan yang perlu diselesaikan.
*) Diketik ulang oleh Tarli Nugroho dari laporan yang ditulis oleh Threes Nio, “Kisah Pengembaraan Keluarga Dr. Sumitro”, yang dimuat di Harian Kompas, 11 Juli 1967.
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Komentar
Posting Komentar
SKP : MENANTI KOMENTAR ANDA DALAM RANGKA MEMBERIKAN MASUKAN SARAN DAN PENDAPAT.....