MENGAPA LPG MELEDAK
Peristiwa ini telah menimbulkan keresahan dan pertanyaan di kalangan masyarakat, khususnya pengguna LPG. Apakah LPG aman digunakan. Mengapa ledakan terjadi dan siapa yang bertanggung jawab?Untuk menjawab ini kita harus melihat kemasa-masa awal penggunaan LPG di Indonesia di awal tahun 60an. Semula LPG dimaksudkan untuk kalangan menengah ke atas atau masyarakat gedongan yang tidak mau berkotor-kotor memakai kompor minyak tanah.
Harga LPG termasuk perlengkapannya seperti kompor masih tergolong mahal dan hanya mampu dibeli oleh masyarakat berkemampuan tinggi. Oleh karena itu segmen pengguna LPG dibidik masyarakat mampu yang tidak memikirkan harga. Kampanye LPG pun dikaitkan dengan bahan bakar bersih, efisien, memiliki nilai kalor lebih dan elit.
Namun sejalan dengan kebijakan konversi minyak tanah ke LPG, maka format pengguna LPG berubah total seratus delapan puluh derajat. LPG tidak lagi dikaitkan dengan status sosial tetapi menjadi bahan bakar semua kalangan mulai dari masyarakat kelas bawah, tukang beca, pedagang kaki lima, sampai penghuni apartemen mahal. Masyarakat di gang sempit sampai perumahan mewah di Pondok Indah, semuanya mengkonsumsi LPG. Yang berbeda mungkin harga dan kualitas peralatannya. Masyarakat kelas atas menggunakan peralatan impor berharga mahal, dan untuk kalangan bawah peralatan murah meriah yang dibagikan gratis. Harga gasnya juga berbeda karena ada harga subsiidi untuk tabung 3 kg. Masalahnya, peralatan yang murah, seringkali juga berarti rendahnya standar keselamatan.Demikian pula harga yang berbeda memicu terjadinya kegiatan pengoplosan tabung. Kondisi ini berperan terhadap tingkat keselamatan LPG di tengah masyarakat
Mengapa LPG Meledak???
LPG berasal dari campuran gas butan dan propan yang dicairkan dengan tekanan antara 4-9 kg/cm2. LPG dilingkungan internasional dimasukkan ke dalam kelas bahan berbahaya dan mudah meledak. Kategori bahayanya sangat tinggi sehingga peredarannya seharusnys dikontrol dengan ketat. LPG adalah gas yang sangat ringan, tidak berwarna dan tidak berbau. Gasnya dua kali lebih berat dari udara sehingga jika terjadi kebocoran akan merayap di permukaan tanah mengikuti arah angin.
Gas LPG jika menguap di udara akan bercampur dengan oksigen dan membentuk campuran yang mudah terbakar yang disebut explosive mixture. Kadar LPG sebesar 5% volume dengan udara sudah cukup untuk menimbulkan peledakan dahyat. Untuk terjadinya kebakaran atau ledakan, diperlukan sumber panas atau api yang dapat berasal dari api terbuka, kompor, benda panas atau percikan listrik. Fenomena ledakan LPG dimulai dari adanya bocoran dari tabung atau perlengkapan LPG lainnya yang kemudian mengisi ruangan sekitarnya dan suatu saat akan mencapai titik ledaknya. Jika terdapat sumber api misalnya ketika menghidupkan sakelar lampu maka ledakan akan terjadi.
Mata Rantai Sumber Bencana
LPG dari sumbernya sampai ke dapur konsumen melalui perjalanan cukup panjang. Dimulai dari kilang-kilang minyak, LPG diangkut dengan kapal dan truk tangki ke tempat pengisian tabung yang disebut SPPBE (Stasiun Pengisian dan Pendistribusian Bulk Elpiji).
Tabung sendiri berasal dari dua sumber yaitu eks pabrik tabung dalam negeri dan tabung impor. Aspek keselamatan sebenarnya sudah dimulai dari pabrik tabung yang bertugas memenuhi pesanan Pertamina sebagai pengguna tunggal - untuk saat ini- di Indonesia.
Semua tabung yang diproduksi seharusnya sudah memenuhi standar keselamatan yang ditentukan. Setiap tabung harus melalui proses uji kualitas dan teknis dan kemudian memperoleh.sertifikat yang dikeluarkan oleh pihak Depnaker. Untuk itu setiap tabung akan ditempel dengan nomor seri dan tanggal pengujian dan masa berlakunya. Jika persyaratan ini dipenuhi tentulah semua tabung yang dihasilkan akan cukup aman. Berbeda dengan tabung ilegal yang tentu tidak mengikuti proses tersebut sehingga tidak terjamin keselamatannya.
Selanjutnya tabung diisi di stasiun pengisian LPG atau SPPBE. Seharusnya disini dilakukan pengujian dan pemeriksaaan ulang baik secara visual maupun dengan pengetesan khusus untuk memastikan bahwa tabung dalam keadaan baik. Tabung yang tidak baik akan ditarik dari peredaran dan akan diganti oleh Pertamina. Di SPBE ini juga dilakukan pemeriksaan dan penggantian seal karet jika ditemukan rusak atau hilang. Namun disini dapat saja terjadi penyimpangan atau kekurang telitian sehingga tabung yang tidak baik atau tabung ilegal tidak terdeteksi sehingga kembali beredar. Dengan meningkatkan jumlah tabung yang beredar yang mencapai sekitar 60 juta dapat dibayangkan betapa meningkatnya beban kerja yang harus dilakukan petugas pemeriksa sehingga masih terdapat kemungkinan lolosnya tabung yang tidak baik atau tabung ilegal.
Selesai diisi , tabung diangkut dan disalurkan ke pasar yang dimulai dari tingkat agen besar, agen kecil dan akhirnya ke pengecer di warung-warung sebelum akhirnya sampai ke tangan konsumen akhir di dapur-dapur.. Nah, dalam mata rantai ini banyak terjadi kemungkinan penyimpangan. Tabung yang baik, dengan sengaja dirusak atau dibuka untuk memindahkan isinya. Tabung juga diangkut secara sembarangan dengan cara dilempar atau dibanting sehingga mengalami kerusakan. Tabung ilegalpun dimanfaatkan sehingga akhirnya tabung yang beredar di masyarakat sudah tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Sudahkan masalah keselamatan berakhir? Ternyata belum, karena masyarakat masih harus dihadapkan dengan peralatan penggunaannya yang berupa regulator, selang dan kompor. Kebijakan yang dibuat pemerintah untuk memasarkan LPG di kalangan masyarakat bawah harus diimbangi dengan tersedianya alat yang murah dan terjangkau. Untuk itu para produsen harus mensiasati produk yang dihasilkannya sehingga dapat menjangkau daya beli masyarakat. Salah satu cara adalah dengan menurunkan standar kualitas minimum yang disyaratkan. Hal ini juga terjadi bagi produk impor ilegal yang banyak beredar di pasaran dengan harga sangat murah namun diragukan tingkat keselamatannya.
Faktor terakhir dalam mata rantai LPG adalah sisi pengguna. Berbeda dengan kalangan elit dan menengah ke atas, pengguna LPG di kalangan bawah mengandung kerawanan tinggi. Ruang dapur sempit dan berdesak-desakan sehingga dengan volume yang sedikit saja , ruangan telah penuh dengan gas yang siap meledak. Ventilasi kurang baik dan tabung berada sangat dekat dengan kompor. Peralatan listrik banyak yang tidak aman sehingga menjadi pemicu kebakaran gas. Disamping itu, kesadaran, pengetahuan, pendidikan dan budaya keselamatan masih rendah sehingga sering sembrono dan tidak waspada dalam menggunakan peralatan LPG sehingga cenderung berbahaya.
Akumulasi berbagai kondisi dan faktor di atas, mengakibatkan penggunaan LPG di kalangan masyarakat dewasa ini sangat rawan dan rentan terhadap bencana kebakaran dan peledakan. Untuk mengatasi hal ini , siapa yang harus bertanggung jawab. Apakah mereka yang membuat kebijakan konversi tanpa memikirkan masak-masak kesiapan masyarakat pengguna? Atau pihak yang terlibat dalam mata rantai LPG mulai dari Pertamina, Pabrik Tabung, Instansi Teknis seperti Depnaker sebagai pemberi ijin tabung atau Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang menyangkut peralatan kompor dan ijin edarnya? Sejauh ini belum ada pihak yang merasa paling bertanggung jawab sehingga telah seharusnya semua pihak duduk bersama dan membicarakan masalah ini secara terpadu dan mengambil langkah-langkah komprehensif.
Bagaimana mencegah??
Salah satu faktor utama dalam menjamin keselamatan penggunaan LPG adalah kehandalan tabung. Untuk menjamin keselamatan, tangki LPG sudah dirancang dengan kemampuan menahan tekanan 6-7 kali tekanan gas sehingga secara teoritis akan aman digunakan. Disamping itu, setiap tabung juga dilengkapi dengan katup pengaman yang bekerja pada tekanan sekitar 30 kg/cm2. Dari sisi tabung, pada dasarnya sudah sangat aman untuk digunakan, kecuali jika tabung tersebut palsu, tidak dilengkapi sertifikat dan tidak dilakukan pengujian sebagaimana mestinya. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan sistem pengendalian dan poengawasan di palang pintu utama yaitu fungsi pengawasan dan pengendalian di SPBBE. Untuk menghindarkan adanya conflict of interest dari pengusaha SPPBE, maka pemerintah atau Pertamina harus menempatkan petugas inspektor tabung di titik penerimaan tabung sebelum diijinkan untuk diisi ulang. Semua tabung rusak, ilegal dan tidak sesuai standar harus ditarik dari peredaran. Manarik tabung dari peredaran dan mengganti dengan tabung baru , berarti tambahan beban bagi Pertamina sehingga wajar jika mereka melakukannya dengan sangat selektif.
Unsur kedua yang dapat menjadi sumber bahaya adalah peralatan kompor mulai dari regulator, slang, klem dan kompor. Disini terdapat banyak kemungkinan yang dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran antara lain dari kondisi peralatan yang di bawah standar baik segi material maupun proses pabrikasinya, cara pemasangan yang tidak baik. Untuk itu langkah pencegahan adalah dengan menetapkan standar ketat terhadaap peredaran perlengkapan. Hanya alat yang telah memiliki sertifikat dan label keselamatan yang boleh diedarkan dan digunakan di tengah masyarakat. Untuk itu, Departemen Perdagangan atau perindustrian harus melakukan pengawasan di pasar sebagaimana yang dilakukan oleh Badan POM untuk poduk obat dan makanan.
Faktor berikutnya adalah kondisi lingkungan dan tempat penyimpanan dan penempatan seperti dapur, gudang atau warung. Masyarakat banyak yang tidak paham bahwa LPG sebagai bahan berbahaya memerlukan perlakuan khusus, misalnya persyaratan jarak aman dari sumber api, ventilasi, peralatan listrik. Kegiataan yang melibatkan LPG harus dilakukan di ruang terbuka atau dengan ventilasi yang baik. Karena itulah banyak terjadi kasus peledakan LPG di warung gudang dan dapur ketika menyimpan, melakukan pemindahan isi, atau kegiatan memasak.
Faktor terakhir yang paling menentukan adalah perilaku atau budaya pengguna LPG. Sesuai dengan sifat bahayanya, masyarakat harus memiliki pemahaman, kesadaran dan perilaku yang aman dalam menjalankan LPG. Mereka harus memahami bagaimana bahaya gas LPG, bagaimana terjadinya kebakaran dan bagaimana menghadapi kondisi bebahaya seperti kebocoran atau kebakaran. Pendidikan dan penanaman kesadaran akan keselamatan bagi konsumen LPG perlu dilakukan terus menerus. Setiap pembeli tabung LPG atau perlengkapannya harus diberi petunjuk yang jelas mengenai potensi bahaya dan syarat keselamatan yang wajib dipenuhi. Sudah saatnya, Pertamina memasang stiker petunjuk keselamatan disetiap tabung yang dipasarkannya.
Keempat faktor ini kelihatannya kurang disiapkan oleh pemerintah sebelum meluncurkan program konversi minyak tanah. Oleh karena itu, jika keempat faktor tersebut tidak segera ditangani oleh masing-masing pihak terkait, maka tidak aneh bila ledakan masih akan terus terjadi. Baca juga Fenomena-tabung-gas
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Komentar
Posting Komentar
SKP : MENANTI KOMENTAR ANDA DALAM RANGKA MEMBERIKAN MASUKAN SARAN DAN PENDAPAT.....