KELEBIHAN DAN KEKURANGAN SISTEM KEPARTAIAN

Kelebihan dan Kekurangan Sistem Kepartaian
Klasifikasi sistem kepartaian jika dilihat dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya maka partai politik dapat dibagi menjadi dua jenis; partai massa dan partai kader. Jika dilihat dari segi sifat dan orientasinya partai politik dibagi dua jenis; partai lindungan dan partai ideologi atau azas. Di dalam buku Dasar-dasar Ilmu Politik yang ditulis Prof. Miriam Budiardjo sistem klasifikasi kepartaian yang lebih banyak digunakan dalam ranah demokrasi yakni :

1. Sistem Partai Tunggal
2. Sistem Dwi Partai
3. Sistem Multi Partai

Sistem Partai Tunggal
Sitem partai tunggal ini merupakan satu-satunya partai dalam suatu negara, maupun partai yang mempunyai kedudukan dominan diantara beberapa partai lainnya. Pola partai tunggal terdapat dibeberapa negara Afrika (Ghana dimasa Nkrumah, Guinea, Mali, Pantai Gading), Eropa Timur dan RRC. Suasan kepartaian dinamakan non-kompetitif oleh karena itu partai-partai yang ada harus menerima pimpinan dari partai yang dominan dan tidak dibenarkan bersaing secara merdeka melawan partai itu.

Negara yang paling berhasil untuk meniadakan partai-partai lain ialah Uni Soviet. Partai komunis Uni Soviet bekerja dalam suasana yang non-kompetitif, tidak ada partai lain yang boleh bersaing ataupun yang ditolerir. Oposisi dianggap sebagai pengkhianatan. Partai tunggal serta organisasi yang bernaung dibawahnya berfungsi sebagai pembimbing dan penggerak masyarakat dan menekankan perpaduan dari kepentingan rakyat secara menyeluruh.

Sistem partai tunggal mengandung kelemahan-kelemahan dalam parkteknya antara lain :

  1. Sistem partai tunggal tidak pernah akan menjamin adanya perlindungan terhadap HAM, mengingat didalam sistem ini selalu berbarengan dengan sistem kediktatoran dimana kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif berada pada satu tangan sehingga pelaksanaan kekuasaannya itu berlaku sewenang-wenang. Kecenderungan lain adalah sistem partai tunggal ini terkadang membawa bencana bagi kelangsungan demokrasi baik bagi rakyat, bangsa, maupun negara. Hal ini bisa dilihat dinegara-negara komunis. Demikian pula halnya sistem partai tunggal yang berdasarkan pada azas fasisme seperti Italia Musolini dan faham Naziisme seperti Jerman Hitler.
  2. Tidak tercapainya perwujudan masyarakat yang sejahtera. Hal ini bisa dilihat pada pemerintahan Khmer Merah Kheu Sampan di Kamboja atau Pemerintahan Mao Tse Tung di Cina dimana rakyat banyak yang sengsara.
  3. Tidak adanya sistem kontrol sosial.
  4. Sistem partai tunggal tidak mengakui doktrin-doktrin politik demokrasi yang berlaku dinegara-negara liberal ataupun negara demokrasi lainnya.
  5. Sistem partai tunggal tidak mengakui adanya konstitusi yang bersifat filsafat negara demokratik, struktur organisasi negara, perubahan terhadap konstitusi negara dan hak azasi manusia.
  6. Sistem partai tunggal tidak mengakui adanya kebebasan pers.
  7. Rakyat tidak mempunyai pilihan lain dalam mengemukakan pendapat dan hak-haknya.


Sistem Dwi Partai
Sistem dwi partai atau dua partai merupakan adanya dua partai dalam sebuah negara atau pemerintahan atau adanya beberapa partai tetapi dengan peranan dominan dari dua partai. Partai-partai ini terbagi kedalam partai yang berkuasa (karena menang dalam pemilu) dan partai oposisi (karena kalah dalam pemilu).

Sistem dwi partai biasa disebut dengan istilah “a convenient system for contented people” dan memang kenyataannya sistem dwi partai dapat berjalan dengan baik apabila terpenuhi tiga syarat; komposisi masyarakat adalah homogen, konsesus dalam masyarakat mengenai azas dan tujuan sosial yang pokok adalah kuat, dan adanya kontinuitas sejarah.

Negara-negara yang menganut sistem dwi partai ini adalah Inggris dengan partai Buruh dan partai konservatifnya, Amerika dengan partai Republik dan partai Demokrat, Jepang, dan Kanada. Sistem dwi partai umumnya diperkuat dengan digunakannya sistem pemilihan distrik (single-member constituency) dimana dalam setiap daerah pemilihan hanya dapat dipilih satu wakil saja. Sistem dwi partai ini mempunyai kecenderungan untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan partai-partai kecil.

Kelebihan sistem dwi partai ini antara lain :
  1. Dalam sistem distrik suara pemilu yang dihasilkan selalu suara mayoritas,
  2. Terwujudnya stabilitas pemerintahan yang dapat berjalan sesuai dengan kurun waktu yang telah ditetapkan,
  3. Pergantian pemerintahan dalam sistem ini dengan pemilu sistem distrik cenderung berjalan normal,
  4. Program-program pemerintah dapat berjalan dengan baik,
  5. Adanya keterikatan pada konstitusi negara.


Sistem Multi Partai
Sistem multi partai adalah adanya partai-partai politik yang lebih dari dua partai dalam sebuah negara atau pemerintahan. Sistem ini banyak dianut oleh negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Belanda, Perancis, Swedia, dsb. Sistem ini lebih menitikberatkan peranan partai pada lembaga legislatif sehingga peranan badan eksekutif sering lemah dan ragu-ragu. Hal ini disebabkan oleh karena tidak ada satu partai yang cukup kuat untuk membentuk suatu pemerintahan sendiri, sehingga terpaksa membentuk koalisi dengan partai-partai lain.

Beberapa kelemahan sistem multi partai ini antara lain:
  1. Pemerintahan selalu dalam keadaan tidak stabil.
  2. Program-program pemerintah kurang berjalan dengan efektif.
  3. Ideologi partai politik tidak lagi melandasi konstitusi negara atau falsafat hidup suatu bangsa, Sistem ini cenderung lamban dalam mengembangkan pertumbuhan ekonomi makro maupun mikro,
  4. Sistem ini mengurangi fungsi nasionalisme dalam suatu negara,
  5. Sistem ini belum pernah melahirkan negara yang super power.


Sedangkan kelebihan dari sistem multi partai adalah :

  1. Setiap individu diberikan kesempatan menjadi pimpinan sebuah partai politik,
  2. Kontrol sosial lebih banyak terjadi dilakukan oleh partai-partai politik,
  3. Sistem ini memberikan alternatif banyak pilihan pada warga negara.



Pilihan pada warga negara.
Efektitivitas Sistem Kepartaian yang Dianut oleh Negara Indonesia dikaitkan dengan Sistem Pemerintahan Presidensial.
Permasalahan efektifitas dan stabilitas pemerintah di Indonesia tidak saja dipengaruhi oleh personalitas pejabat presiden dan wakil presiden saja. Efektivitas dan stabilitas pemerintah juga dipengaruhi oleh sistem pemerintahan dan sistem kepartaian yang dilaksanakan. Sistem presidensial dan sistem multi partai dengan jumlah partai yang terlalu banyak ternyata merupakan faktor lain yang krusial. Observasi dan kajian yang dilakukan oleh Mainwaring (2008) menunujukkan bahwa sistem presidensial yang dikombinasikan dengan sistem multi partai yang dilaksanakan di beberapa negara gagal untuk menciptakan pemerintahan yang ideal. Amerika Serikat berhasil menciptakan pemerintahan yang efektif dan stabil karena menggunakan kombinasi sistem presidensial dan dwi – partai.

Di Indonesia dengan masyarakat yang sangat heterogen tidak mungkin akan dibawa menuju sistem dwi – partai. Maka solusi yang ditawarkan adalah jalan tengah antara kombinasi sistem presidensial dengan multi partai yang sederhana. Multi sistem partai yang sederhana harus didukung oleh koalisi partai yang ramping, disiplin dan mengikat.

Untuk menyederhanakan partai politik yang ada di Indonesia terdapat dua mekanisme yang dapat diimplementasikan secara bersamaan yaitu meningkatkan ambang batas (PT) dan memperkecil district magnitude.

Dikutip dari artikel yang bersumber dari metrotvnews.com Pengamat hukum dan politik dari Universitas Nusa Cendana Kupang Nicolaus Pira Bunga mengatakan Indonesia tak cocok dengan sistem multipartai. Hal itu dikarenakan sistem pemerintahan di Indonesia adalah presidensil. Pemerintahan yang dipilih langsung oleh rakyat, seharusnya lebih kuat kedudukan politiknya. Tetapi yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya, sehingga membuat Presiden menjadi kurang berdaya dalam menata kehidupan berdemokrasi ke arah yang lebih baik. Mantan pembantu dekan I Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang itu mengemukakan pandangannya tersebut terkait dengan penerapan sistem multipartai di Indonesia yang bertentangan dengan sistem negara yang menganut paham presidensil.

Pira Bunga mengatakan penerapan ambang batas perolehan suara di parlemen (parliamentary threshold), bukan menjadi jaminan untuk mengurangi jumlah partai politik di Indonesia, karena aturan untuk mendirikan partai politik di negeri ini terlalu mudah dan murah. Penerapan parliamentary threshold sampai 10 persen pun tetap tidak akan mengurangi jumlah parpol di Indonesia, karena parpol yang tereleminasi dari ketentuan tersebut pasti akan mendirikan parpol baru. 

Perlu ada ketegasan dari elemen bangsa untuk menetapkan jumlah parpol sebagai penyeimbang sistem pemerintahan yang menganut paham presidensil, agar demokrasi di negeri ini dapat bertumbuh dengan baik. Jika semua parpol telah mengakui Pancasila sebagai asas tunggal, maka sangat elegan jika Indonesia hanya memiliki lima partai politik dengan menggunakan simbol-simbol dari lima sila Pancasila itu sebagai lambang partainya.

Upaya Penyelesaian atas Ketidak efektifan Sistem Kepartaian yang Dianut oleh Negara Indonesia.
Tujuan utama penataan sistem politik Indonesia ditujukan untuk menciptakan pemerintahan yang efektif dan stabil maka ada beberapa alternatif jawaban yang patut dipertimbangkan oleh para pembuat kebijakan. Beberapa alternatif tersebut adalah sebagai berikut ;

  1. Mengubah Sistem Presidensial menjadi Sistem Parlemen. Sepertinya pilihan pertama ini sangat sulit, kalau tidak dibilang mustahil, untuk dilakukan. Selain pengalaman traumatis yang pernah dialami Indonesia pada masa demokrasi parlementer, UUD 1945 secara tegas mengamanatkan bahwa sistem pemerintahan Indonesia adalah presidensial. Tidak mudah untuk melakukan amandemen terhadap UUD, akan memerlukan perdebatan yang panjang dan pasti akan mendapatkan resistensi yang sangat besar. Pilihan ini adalah tidak realistik untuk dipilih. 
  2. Mengubah Sistem Kepartaian. Contoh negara yang mengimplementasikan sistem presidensial yang sukses adalah Amerika dimana sistem presidensial di dukung oleh sistem dwi – partai. Kalau bangsa Indonesia ingin berkiblat kepada Amerika di dalam menata sistem politiknya maka sistem multi partai haruslah diubah menjadi sistem dwi – partai. Tawaran solusi ini sepertinya juga sulit untuk direalisasikan karena akan melawan arus demokrasi. Masyarakat Indonesia yang sifatnya plural tidak akan bisa direpresentasikan oleh dua partai politik saja.
  3. Mengurangi Jumlah Partai Politik. Partai politik yang terlalu banyak juga merupakan salah satu faktor penyumbang tidak efektifnya sistem pemerintah di Indonesia. Banyaknya partai politik yang ikut dalam pemilu menyebabkan koalisi yang dibangun untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden terlalu “gemuk” karena melibatkan banyak parpol. Gemuknya koalisi ini mengakibatkan pemerintahan hasil koalisi tidak dapat berjalan efektif karena harus mempertimbangkan banyak kepentingan. Jika saja partai politik yang ikut serta pemilu tidak banyak, maka koalisi parpol yang dibangun juga tidak akan menjadi “gemuk”. Presiden terpilih idealnya berasal dari koalisi yang sekurang-kurangnya mendapatkan dukungan parlemen 50% dari jumlah kursi DPR dan jumlah partai yang ikut berkoalisi tidak banyak, cukup dua atau tiga partai saja.
  4. Usulan solusi ini lebih moderat jika dibandingkan dengan pilihan 1 dan 2 karena masih mempertahankan sistem presidensial dan sistem multi partai. Hanya saja jumlah partai di Indonesia yang terlalu banyak ini perlu disederhanakan. Penyederhanaan partai politik sebenarnya sudah dilakukan sejak pemilu 1999 dengan mengimplementasikan ambang batas bagi partai politik untuk ikut serta dalam pemilu berikutnya (Electoral Threshold) dan ambang batas bagi partai politik untuk mengirimkan wakilnya di parlemen (Parliamentary Threshold) – akan diberlakukan pada pemilu 2009. 
  5. Menyelenggarakan Pemilu Presiden dan Legislatif secara Bersama-sama (Concurrent Elections). Beberapa pengamat politik berpendapat penyelenggaraan pemilu legislatif dan presiden secara bersama-sama, concurrent elections, akan menciptakan pemerintahan yang efektif. Dengan concurrent elections presiden terpilih akan mendapatkan legitimasi yang kuat dari rakyat dan mendapatkan dukungan yang kuat dari parlemen. Di dalam masyarakat/negara yang menganggap pemilihan presiden lebih penting dibandingkan pemilihan legislatif, pemilih akan cenderung memilih partai poltitik yang mencalonkan presiden yang didukungnya. Akibatnya partai politik yang mendukung calon presiden terpilih akan memiliki peluang besar untuk memenangkan pemilu legislatif. Dengan demikan mayoritas anggota parlemen berasal dari partai tersebut.


Solusi yang ditawarkan
Alternatif solusi ketiga, mengurangi jumlah partai dan dibarengi dengan koalisi partai yang disiplin dan mengikat, adalah solusi yang paling memungkinkan dalam konteks Indonesia. Berapa jumlah partai politik yang efektif dan ideal bagi bangsa Indonesia yang perlu didiskusikan lebih lanjut. Beberapa pengamat mengatakan bahwa masyarakat Indonesia cukup diwakili oleh 5 partai politik saja. Sedangkan berdasarkan survey yang pernah diselenggarakan oleh salah satu lembaga survey jumlah partai politik yang dikehendaki oleh publik adalah 5 – 7 partai.

Lantas mekanisme seperti apa yang diperlukan untuk mengurangi jumlah partai politik yang ada? Ada beberapa mekanisme yang bisa diberlakukan untuk melakukan penyederhanaan partai. Beberapa mekanisme telah dipraktekan oleh bangsa kita. Pertama adalah melakukan restrukturisasi seperti yang dilakukan Presiden Suharto pada tahun 1974. Kedua, memberlakukan ambang batas (threshold). ET diberlakukan pada pemilu 2004 dan 2009. sedangkan PT diberlakukan pada pemilu 2009. ET ternyata tidak efektif untuk menyederhanakan partai politik karena para pemimpin partai yang tidak lolos ET bisa mendirikan partai baru untuk ikut pemilu berikutnya. Sehingga meskipun dengan menaikkan angka persentasi ET tetap saja tidak akan mengurangi jumlah partai politik peserta pemilu. Yang efektif adalah meningkatkan angka persentasi PT. PT lebih efektif mengurangi jumlah partai politik peserta pemilu karena jelas “punishment” nya. Partai politik yang tidak mampu mencapai ambang batas yang telah ditetapkan tidak diperbolehkan untuk mengirimkan wakilnya di parlemen. di beberapa negara memiliki angka persentase yang berbeda-beda. Di Jerman ambang batasnya adalah 5%, sedangkan di Turki sebesar 10%. Dengan ambang batas 10% Turki hanya memiliki 3 atau 4 partai politik yang memiliki wakilnya di parlemen.

Ketiga adalah dengan memperkecil alokasi kursi di masing-masing daerah pemilihan (district magnitude). Semakin kecil alokasi kursi di setiap DP maka peluang partai untuk mendapatkan kursi semakin kecil. Hanya partai-partai besar saja yang berpeluang mendapatkan kursi. Sedangkan partai kecil dan menengah akan kehilangan peluang untuk memenangkan persaingan. Dengan demikian pengecilan alokasi kursi tersebut merupakan alat untuk menyeleksi partai politik yang benar-benar mendapat dukungan dari publik. Partai politik yang tidak mendapatkan suara signifikan secara alami didorong untuk melakukan koalisi dengan partai lain atau akan mati karena tidak mendapatkan suara dan kursi di parlemen.

Dua mekanisme penyederhanaan partai politik yang terakhir – menaikan ambang batas dan memperkecil district magnitude – tersebut tentu akan lebih efektif kalau keduanya dilaksanakan secara berbarengan. Dua metode terakhir akan lebih diterima dibandingkan dengan metode yang pertama.

Dengan terciptanya sistem kepartaian yang lebih sederhana maka akan mendorong koalisi partai politik yang lebih ramping, disiplin dan mengikat. Bagaimana mekanisme untuk mendorong agar supaya partai politik membangun koalisi yang disiplin dan mengikat? Tentu yang pertama adalah memperbaiki  disiplin internal partai politik masing-masing. Partai politik harus mampu mengontrol anggota-anggotanya di parlemen untuk mengikuti kebijakan partainya dalam mendukung pemerintahan. Jika perlu, partai politik memberikan sanksi tegas kepada anggotanya di parlemen yang tidak mendukung program dan kebijakan pemerintah. Kedua, fatsoen politik harus ditegakkan. Para politisi yang ada di DPR dan kabinet harus sejalan dan seiring dengan program dan kebijakan presiden. Pejabat partai politik yang dipilih di kabinet seharusnya mengundurkan diri dari jabatan di masing-masing partai untuk mengurangi conflict of interest. Ketiga, partai-partai politik di dalam koalisi harus berkomitmen kuat untuk terus mendukung sampai dengan pemilu presiden berikutnya. Baca juga Pemilihan-umum-tahun-1955

Related Posts



Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Link

Komentar

Posting Komentar

SKP : MENANTI KOMENTAR ANDA DALAM RANGKA MEMBERIKAN MASUKAN SARAN DAN PENDAPAT.....

SUARA KOTA PONTIANAK

ENTER YOUR EMAIL ADDRESS :

DELIVERED BY SUARA KOTA PONTIANAK ||| 🔔E-mail : ptmkspontianak@gmail.com

🚀POPULAR POST

UKRAINA

My blogs

CARA MEMBANGKITKAN NUR QALBU MELALUI ZIKIR NAFI DAN ISBAT BAGI FOMULA TASYAWUF

TUHAN TIDAK BERZAT, BERSIFAT, BERASMA, DAN BERAF'AL.

SEBASTOPOL

🔂 FOLLOWERS