CARA BERGAUL DENGAN SEBAIK BAIKNYA MENURUT WASIAT IBNU 'ARABI
Ibnu ‘Athaillah berkata, “Jika ada yang bertanya, ‘Bagaimana cara bersahabat dengan Allah?’ Ketahuilah bahwa bersahabat dengan segala sesuatu harus sesuai dengan keadaannya. Bersahabat dengan Allah diwujudkan dengan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Bersahabat dengan kedua malaikat (Raqib dan Atid) dilakukan dengan mendiktekan berbagai amal kebaikan. Bersahabat dengan Al Quran dan sunnah diwujudkan dengan mengamalkan isinya. Bersahabat dengan langit diwujudkan dengan merenungkannya. Bersahabat dengan bumi diwujudkan dengan mengambil pelajaran dari segala yang ada di dalamnya. Hubungan bersahabatan tidak mesti menunjukkan kesejajaran.
Jelasnya, persahabatan manusia dengan Allah adalah dengan karunia dan nikmat-Nya. Orang yang bersahabat dengan nikmat-Nya lewat cara bersyukur, bersahabat dengan ujian lewat sikap sabar, bersahabat dengan perintah lewat cara menunaikannya, bersahabat dengan larangan lewat cara menghindarinya, serta dengan ketaatan lewat cara ikhlas, berarti ia benar-benar bersahabat dengan Allah Swt. Bila persahabatan menguat, kedekatan pun didapat.”
Bergaullah dengan setiap orang yang kau temani atau yang menemanimu.
Pergaulilah Allah dengan cara memenuhi janji ketika engkau berjanji kepada-Nya berupa ikrar atas rububiyah-Nya bagimu. Dia adalah sahabat sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.
Pergaulilah ayat-ayat Al Quran dengan kajian atasnya.
Pergaulilah benda-benda yang dapat kau capai melalui inderamu dengan mengambil pelajaran darinya.
Pergaulilah para Rasul dengan meneladani mereka.
Pergaulilah para malaikat dengan bersuci dan berzikir.
Pergaulilah setan-setan, dari golongan jin dan manusia, dengan cara mengingkarinya.
Pergaulilah malaikat-malaikat penjaga dengan kebaikan yang engkau diktekan kepada mereka.
Pergaulilah orang yang lebih tua dengan rasa hormat.
Pergaulilah orang yang lebih muda darimu dengan rasa kasih sayang.
Pergaulilah orang yang sebaya denganmu dengan pengkhidmatan dan pengutamaan. Hendaklah engkau menuntut dirimu untuk menunaikan haknya atasmu, dan engkau tinggalkan hakmu atasnya.
Pergaulilah para ulama dengan pengagungan.
Pergaulilah orang-orang bodoh dengan kemurahan hati.
Pergaulilah orang-orang jahil dengan siasat.
Pergaulilah orang-orang jahat dengan keberanian dan takut pada kejahatan mereka.
Pergaulilah binatang dengan memperhatikan kebutuhannya, karena binatang itu bisu.
Pergaulilah pohon-pohon dan bebatuan dengan tidak menggunakannya secara sia-sia.
Pergaulilah bumi (tanah) dengan salat di atasnya.
Pergaulilah orang-orang mati dengan mendoakan mereka, mengingat kebaikan mereka, dan melupakan kejahatan mereka.
Pergaulilah para sufi, ahli kaysf dan wujud di antara mereka, pemilik ahwal (pengalaman-pengalaman ruhani) dengan sikap tunduk.
Pergaulilah saudara-saudara di jalan Allah dengan memperhatikan gerak dan diamnya – dalam apa mereka bergerak dan dalam apa mereka diam.
Pergaulilah anak-anak dengan kebaikan.
Pergaulilah istri dengan perlakian yang baik, dan pergaulilah anggota keluarga dengan kecintaan.
Pergaulilah salat dengan kehadiran hati.
Pergaulilah puasa dengan penyucian diri dari dosa-dosa.
Pergaulilah ibadah-ibadah dengan zikir kepada Allah dan mengagungkan-Nya.
Pergaulilah zakat dengan bersegera menunaikannya.
Pergaulilah tauhid dengan keikhlasan.
Pergaulilah Nama-nama Allah dengan memberikan hakikat pada setiap nama berupa akhlak.
Pergaulilah perempuan dengan kewaspadaan pada fitnahnya.
Pergaulilah harta dengan mendermakannya.
Pergaulilah neraka dan siksaan dengan takwa dan ketakutan.
Pergaulilah surga dengan pendambaan.
Pergaulilah para wali dengan menambah kewalian (wilayah) mereka.
Pergaulilah musuh-musuh dengan menahan bahaya mereka.
Pergaulilah pemberi nasihat dengan penerimaan.
Pergaulilah orang yang berbicara dengan memperhatikan pembicaraannya.
Pergaulilah benda-benda yang ada (mawjudat) dengan kecintaan.
Pergaulilah para penguasa dengan mendengat dan ketaatan, dan mengambil tangan-tangan kezaliman dari mereka semampumu dengan cara menghentikan kejahatan mereka. Berhati-hatilah engkau agar jangn bersahabat dengan para penguasa, karena jika engkau banyak bergaul dengan mereka, mereka akan menguasaimu. Jika engkau meninggalkan mereka, mereka akan menghinamu.
Pergaulilah pembaca Al Quran dengan diam dan mendengarkan selama ia membacanya.
Pergaulilah hadist Nabi Saw. dengan penelitian dari yang sahih dan yang cacat, dan memeriksanya berdasarkan prinsip-prinsip. Jika sesuai dengan prinsip-prinsip, ambillah, kendatipun periwayatannya (sanad) tidak sahih, dan jika tidak memenuhi prinsip-prinsip secara keseluruhan, janganlah engkau ambil, sekalipun periwayatannya sahih, selama engkau tidak mengetahui ada aspek lain, karena hadist ahad memberikan manfaat, kecuali yang menimbulkan keraguan. Hendaklah engkau berpegang pada sunah yang mutawatir dan Kitab Allah. Keduanya adalah sebaik-baik pendamping dan sebaik-baik teman.
Berhati-hatilah engkau agar jangan memperbincangkan apa-apa yang terjadi di antara mereka (para sahabat). Cintailah mereka semuanya. Jangan mencela seorang pun di antara mereka. Dari mereka kita mengambil ajaran agama kita, yang dengannya kita beribadah kepada Allah. Pergaulilah mereka dengan keadilan dalam mengutip (hadis) dari mereka. Janganlah mencurigai mereka, karena mereka adalah generasi terbaik.
Pergaulilah rumahmu dengan menegakkan salat di dalamnya.
Pergaulilah majelismu dengan zikir kepada Allah di dalamnya.
Pergaulilah perpisahan dari setiap majelis dengan istighfar.
Yang pasti dari persahabatan ialah bahwa engkau memberikan setiap hak kepada yang berhak menerimanya. Janganlah engkau tinggalkan tuntutan seseorang atas haknya darimu.
Pergaulilah orang yang berbuat jahat kepadamu dengan maaf dan ampunan.
Pergaulilah orang jahat dengan kebaikan.
Pergaulilah pandanganmu dengan menundukkannya dari apa yang diharamkan Allah; pendengaranmu dengan mendengarkan sebaik-baik pembicaraan dan ucapan; dan lisanmu dengan diam dari ucapan yang jelek, walaupun lisan memiliki hak untuk itu, tetapi syariat membencinya atau mengharamkannya untuk diucapkan.
Pergaulilah dosa dengan ketakutan.
Pergaulilah kebaikan dengan harapan.
Pergaulilah doa dengan kepentingan.
Pergaulilah seruan kebenaran kepadamu dengan sambutan atas apa yang diserukan kepadamu, entah berupa perintah untuk melakukan sesuatu maupun perintah untuk meninggalkannya. (H. 206-209)
Pahami dengan hati-hati.
Amirul Mukminin berkata, “Ketuklah pintu rumahnya.”
Maka kuketuk, lalu ia bertanya, “Siapa?”
Aku jawab, “Bukalah, ini ada Amirul Mukminin.”
Maka ia berkata, “Aku tidak memerlukan apa-apa dan tidak ada keperluan kepada Amirul Mukminin.”
Lalu kukatakan, “Mahasuci Allah, bukankah engkau harus taat kepadanya?”
Ia turun dan membuka pintu. Kemudian ia naik lagi ke kamarnya, mematikan lampu, dan berlindung di salah satu sudut rumahnya. Lalu kami masuk dan meraba-raba dengan tangan kami. Tangan Amirul Mukminin terlebih dahulu menyentuhnya. Ia berkata, “Aduhai, betapa lembutnya tangan ini seandainya pada hari esok selamat dari azab Allah.” Aku berkata pada diriku, mudah-mudahan, ia berkata kepada Amirul Mukminin dengan ucapan yang keluar dari lubuk hati yang bertakwa.
“Ambillah yang aku bawa untukmu, wahai yang dikasihi Allah,” kata Amirul Mukminin.
Maka Al-Fudhayl Ibn ‘Iyadh berkata, ” ‘Umar ibn ‘Abd Al-‘Aziz, semasa berkuasa, memanggil Salim ibn ‘Abd Allah, Muhammad ibn Ka’ab Al-Qarazhi, dan Raja’ ibn Haywah. Ia berkata kepada mereka, ‘Aku telah dicoba dengan ujian ini. Berilah aku nasihat.’ Ia menganggap kekhalifahan sebagai ujian, tetapi engkau dan sahabat-sahabatmu menganggapnya sebagai kenikmatan.
Maka Salim ibn ‘Abd Allah berkata kepadanya, ‘Jika engkau menginginkan keselamatan dari azab Allah, berpuasalah dari kesenangan dunia dan jadikanlah kematian sebagai pembuka puasamu.’
Muhammad ibn Ka’ab Al-Qarazhi pun berkata, ‘Jika engkau ingin selamat dari azab Allah, jadikanlah orang yang lebih tua dari kalangan kaum Muslim sebagai ayah bagimu, orang yang sebaya sebagai saudara, dan yang lebih muda sebagai anakmu. Hormatilah ayahmu, muliakanlah saudaramu, dan sayangilah anakmu.’
Kemudian Raja’ ibn Haywah pun berkata padanya, ‘Jika engkau ingin selamat dari azab Allah di hari esok, cintailah kaum Muslim seperti engkau mencintai dirimu sendiri, bencilah dari mereka apa yang tidak engkau sukai pada dirimu. Kemudian, matilah jika engkau mau.’
Aku hanya mengatakan padamu, wahai Harun, bahwa aku sangat khawatir padamu akan suatu hari di mana kaki tergelincir. Apakah ada bersamamu -semoga Allah merahmatimu- orang yang menasihatimu seperti ini?”
Maka Harun pun menangis terisak-isak hingga ia jatuh pingsan. Lalu kukatakan, “Akulah yang menemani Amirul Mukminin.”
Al-Fudhayl Ibn ‘Iyadh berkata, “Engkau dan sahabat-sahabatmu akan membunuhnya, tetapi akulah yang akan menemaninya.”
Kemudian Amirul Mukminin siuman, lalu ia berkata kepada Al-Fudhayl Ibn ‘Iyadh, “Tambahkan (nasihat) untukku, wahai yang dikasihi Allah.”
“Wahai Amirul Mukminin, telah sampai kabar kepadaku bahwa seorang pekerja ‘Umar ibn ‘Abd Al-‘Aziz mengadu padanya. Lalu ‘Umar ibn ‘Abd Al-‘Aziz menulis surat kepadanya: ‘Wahai saudaraku, aku ingatkan padamu tentang keterjagaan penghuni neraka di dalamnya yang abadi selamanya. Berhati-hatilah engkau agar jangan berpaling dari Allah, karena yang demikian itu akan menjadi akhir perjanjian dan terputusnya harapan.’
Ketika pekerja itu membaca surat tersebut, ia pergi melintasi negeri hingga menghadap kepadanya, ‘Umar ibn ‘Abd Al-‘Aziz. ‘Umar ibn ‘Abd Al-‘Aziz bertanya padanya, ‘Apa yang harus aku berikan padamu?‘ Ia berkata, ‘Suratmu telah meluluhkan hatiku. Aku tidak akan kembali menduduki jabatanku hingga aku menemui Allah.‘ ”
Maka Harun menangis lagi tersedu-sedu, kemudian berkata kepada Al-Fudhayl Ibn ‘Iyadh, “Tambahkan lagi (nasihat) untukku, wahai yang dikasihi Allah.”
“Wahai yang bagus rupa, engkau akan ditanya oleh Allah tentang penciptaan ini pada Hari Kiamat. Jika engkau dapat melindungi wajah ini, lakukan itu. Berhati-hatilah engkau agar jangan memasuki waktu pagi dan perang sementara di dalam hatimu terselip dengki kepada orang yang berada dalam tanggung jawabmu, karena Nabi Saw. bersabda, ‘Barangsiapa memasuki waktu pagi dalam keadaan dengki (kepada seseorang), maka ia tidak akan mencium bau surga,'” kata Al-Fudhayl Ibn ‘Iyadh.
Harun menangis lagi, dan berkata, “Apakah engkau punya utang?”
“Betul, utang kepada Tuhanku, yang karenanya Dia tidak akan membuat perhitungan denganku. Celakalah jika Dia memintanya dariku. Celakalah aku jika Dia membantahku dan menolak alasanku. Itu adalah utang para hamba. Tuhanku tidak memerintahkan padaku hal itu. Dia telah berfirman: Sesungguhnya Allah adalah Maha Pemberi Rezeki (QS Adz Dzariyat 51: 58).”
“Inilah seribu dinar. Ambillah, dan nafkahkanlah kepada keluargamu. Dengan uang ini engkau dapat memperbanyak ibadahmu,” kata Harun.
“Mahasuci Allah, aku tunjukkan padamu jalan menuju keselamatan, dan engkau membalasku dengan yang seperti ini. Semoga Allah menyelamatkanmu dan memberikan taufik kepadamu,” kata Al-Fudhayl Ibn ‘Iyadh.
Kemudian ia diam dan tidak berkata apapun kepada kami. Maka kami keluar dari tempatnya. Ketika kami sampai di pintu, Harun berkata padaku, “Jika engkau tunjukkan aku pada seseorang, maka tunjukkanlah aku kepada orang seperti ini. Ia adalah pemimpin kaum Muslim.”
Lalu salah seorang istrinya masuk ke tempat Al-Fudhayl Ibn ‘Iyadh, dan berkata, “Wahai suamiku, kadang-kadang engkau lihat kami berada dalam kesempitan. Kalau engkau terima uang itu, niscaya engkau dapat mengeluarkan kami dari kesempitan itu.”
Al-Fudhayl Ibn ‘Iyadh berkata kepada istrinya, “Perumpamaan aku dan kamu adalah seperti suatu kaum yang memiliki unta muda. Mereka makan dari hasil kerja unta itu. Ketika unta itu menjadi tua, mereka menyembelihnya dan memakan dagingnya.”
Ketika Harun mendengar percakapan ini, ia berkata, “Marilah kita masuk lagi, mudah-mudahan ia mau menerima uang ini.”
Al-Fudhayl Ibn ‘Iyadh mengetahui hal itu. Ia keluar dan duduk di depan pintu kamarnya. Lalu Harun datang dan duduk di sampingnya. Harun mulai berbicara kepadanya, tetapi ia tidak menjawabnya.
Tatkala kami berada dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba keluar seorang budak perempuan hitam, dan berkata kepada Harun, “Wahai tuan, engkau telah mengganggu syaikh ini. Kembalilah, semoga Allah merahmatimu.” Maka kami pun kembali.
Penutup
Seseorang berkata kepada Dzun-Nun Al Mishri, “Tunjukkanlah padaku jala menuju kebenaran dan makrifat.”
Ia menjawab, “Wahai saudaraku, tunjukkan kebenaran halmu, yang engkau alami dan sesuai dengan Al-Kitab dan Sunnah Nabi. Janganlah engkau melampaui apa yang tidak boleh engkau lampaui, karena kakimu bakal tergelincir. Jika ditunjukkan padamu, engkau tidak akan jatuh. Tetapi, jika engkau melampauinya engkau akan jatuh. Berhati-hatilah engkau agar jangan meninggalkan apa yang engkau lihat sebagai keyakinan ketika engkau mengharapkannya sebagai keraguan.” Baca juga Wasiat-hikmah-untuk-para-penempuh-jalan
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Komentar
Posting Komentar
SKP : MENANTI KOMENTAR ANDA DALAM RANGKA MEMBERIKAN MASUKAN SARAN DAN PENDAPAT.....