ENTE DARI TITIK
Semua kitab suci yang diturunkan ada di dalam Al-Qur’an.
Semua yang ada dalam Al-Qur’an ada di dalam Al-Fatihah.
Semua yang ada dalam Al-Fatihah ada di dalam Bismillnahirrahmaanirrahiim.
Semua yang ada dalam Bismillahirrahmaanirrahiim ada di dalam huruf Baa’,
Dan semua yang terkandung di dalam Baa’ ada di dalam titik yang berada dibawah Baa’.
Bismillaahirrahmaanirrahim itu kedudukannya sama dengan “kun” dari Allah.
Pembahasan mengenai Bismillahirrahmaanirrahiim banyak bila ditinjau dari berbagai segi, baik dari segi gramatikal (Nahu dan sharaf) ataupun segi bahasa (etimologis), di tinjuan dari materi huruf, bentuk, karakteristik, kedudukan, susunannya serta keistemewaanya atas huruf-huruf lainnya yang ada dalam Surat Pembuka Al-Qur’an ini, kristalisasi dan spesifikasi huruf-huruf yang ada dalam huruf Baa’, manfaat dan rahasianya.
Pembahasannya akan saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, karena seluruh tujuannya adalah Makrifat kepada Allah swt.
Ketahuilah bahwa titik yang berada dibawah huruf Baa’ adalah awal mula setiap Surah dan Kitab Allah Ta’ala. Sebab huruf itu sendiri tersusun dari titik, dan sudah tentu setiap surah ada huruf yang menjadi awalnya, sedangkan setiap huruf itu ada titik yang menjadi awalnya huruf. Karena itulah maka titik itu sendiri adalah awal dari pada setiap Surah yaitu Kitab Allah Ta’ala.
Bahwa Baa’ dalam setiap surah itu sendiri menjadi keharusan karena berada dalam Bassmalah bagi setiap surat,
Seperti dalam surat Al-Baqarah, huruf Baa’ mengawali ayat dalam surat tersebut. Karena itu dalam konteks inilah setiap surat dalam Al-Qur’an mesti diawali dengan Baa’,
“Bahwa seluruh kandungan Al-Qur’an itu terhimpun dalam surah Al-Fatihah, terhimpun lagi di dalam Basmalah, dan terhimpun lagi dalam Huruf Baa’, akhirnya terhipun dalam titik”
Seperti huruf Taa’ ( ت ) dengan dua titik, lalu ditambah satu titik lagi menjadi huruf Tsaa’( ث ), maka yang dibaca itu tidak lain kecuali titik itu sendiri. Sebab Taa'( ت ) bertitik dua, dan Tsaa’ ( ث ) bertitik tiga bentuknya satu, yang terbaca titiknya belaka.
Seandainya kita membaca di dalam diri titik itu niscaya bentuk masing-masing berbeda antara satu dengan lainnya. dengan titik itulah masing-masing dibedakan, sehingga setiap huruf sebenarnya tidak terbaca kecuali titiknya saja.
“Hal yang sama dilihat dalam perspektif makhluk, maka makhluk itu tidak dikenal kecuali Allah jua” Bahwa anda mengenal-Nya dari makhluk, sesungguhnya anda mengenal-Nya dari Allah swt.
Hanya saja titik pada sebagian huruf lebih jelas yang satu dari yang lainnya, sehingga sebagian menambah yang lainnya untuk menyempurnakannya, seperti dalam huruf-huruf yang bertitik, kelengkapannya ada pada titik tersebut.
Ada sebagian yang nampak pada kenyataannya seperti huruf Alif ( أ ) dan huruf-huruf tanpa titik. Karena huruf tersebut juga tersusun dari titik-titik. Oleh sebab itulah, Alif ( أ ) lebih mulia dibanding Baa’ ( ب ), karena titiknya itu menampakkan diri dalam wujudnya, sementara dalam Baa’ ( ب ) itu sendiri tidak nampak (Titik berdiri sendiri).
Titik di dalam huruf Baa’ ( ب ) tidak akan nampak, kecuali dalam rangka kelengkapannya menurut perspektif penyatuan. Karena titik sesuatu huruf merupakan kesempurnaan huruf itu sendiri dan dengan sendirinya menyatu dengan huruf tersebut. Sementara itu penyatuan antara faktor lain ialah faktor yang memisahkan antara huruf dengan titiknya.
Huruf Alif ( أ ) posisinya menempati posisi tunggal dengan sendirinya dalam setiap huruf. Misalnya Baa’ ( ب ) itu adalah Alif ( أ ) yang di baringkan seperti Jiim ( ج ), misalnya adalah Alif ( أ ) dibengkokkan dua ujungnya. Daal ( د ) adalah Alif ( أ ) yang ditekuk ditengahnya.
Sedangkan Alif ( أ ) dalam kedudukan titik, sebagai penyusun struktur setiap huruf ibarat masing-masing huruf tersusun dari titik. Sementara titik bagi setiap huruf ibarat nukleus yang terhampar. Huruf itu sendiri seperti tubuh yang terstruktur. Kedudukan Alif ( أ ) dengan kerangkanya seperti kedudukan titik. Lalu huruf-huruf itu tersusun dari Alif ( أ ) sebagimana kita sebutkan, bahwa Baa’( ب ) adalah Alif ( أ ) yang dibaringkan.
Demikian pula hakekat Nabi Muhammad saw merupakan inti dari seluruh alam semesta ini diciptakan yaitu dari Hakekat Muhuhammad.
Allah swt menciptakan ruh Nabi saw dari Dzat-Nya, dan menciptakan seluruh alam dari ruh Muhammad saw. Sedangkan Muhammad saw. adalah sifat dzahirnya Allah dalam makhluk melalui nama-Nya dengan wahana penampakan Ilahiyah.
Sedangkan huruf Alif ( أ ), walaupun huruf-huruf lain yang tanpa titik setaraf dengannya, dan Alif ( أ ) merupakan manifestasi titik yang tampak di dalamnya, namun dengan substansinya Alif ( أ ) memiliki nilai tambah dibanding yang lain. Sebab yang tertera setelah titik tidak lain kecuali berada satu derajat. Karena dua titik disusun dua bentuk alif, maka Alif ( أ ) menjadi sesuatu yang memanjang. Karena dimensi itu terdiri dari tiga sisi = Panjang X Lebar X Tinggi
Sedangkan huruf-huruf lainnya menyatu di dalam Alif ( أ ), seperti huruf Jiim ( ج ). Pada kepala huruf Jiim ( ج ) ada yang memanjang, lalu pada pangkal juga memanjang, tengahnya juga memanjang. Setiap huruf selain Alif ( أ ) memiliki dua atau tiga jangkauan yang membentang. Sementara Alif ( أ ) sendiri lebih mendekati titik. Sedangkan titik tidak punya bentangan.
Hubungan Alif ( أ ) diantara huruf-huruf yang tidak bertitik, ibarat hubungan antara Nabi Muhammad saw, dengan para Nabi dan para pewarisnya karenanya Alif ( أ ) mendahului semua huruf.
Diantaranya ada huruf-huruf yang mempunya titik di atasnya, ada pula yang mempunya titik dibawahnya, yang pertama (titik di atas) ibarat “Aku tidak melihat sesuatu (sebelumnya) kecuali melihat Allah di sana”.
Diantara huruf itu ada yang mempunyai titik di tengah, seperti titik putih dalam lubang huruf Mim ( م ) dan Wawu ( و ) dan lain-lain, maka posisinya pada tahap, “Aku tidak melihat sesuatu kecuali Allah didalamnya.” Karenanya titik itu berlubang, sebab dalam lubang itu tampak sesuatu selain titik itu sendiri lingkaran kepada kepala Miim ( م ) menempati tahap, “Aku tidak melihat sesuatu” sementara titik putih menempati “Kecuali aku melihat Allah di dalamnya.”
Alif ( أ ) menempati posisi “Sesungguhnya orang-orang yang berbaiat kepadamu maka sesungguhnya mereka itu berbaiat kepada Alllah.” Kalimat “sesungguhnya” menempati posisi arti “Tidak”, dengan uraian “Sesungguhnya orang-orang berbaiat kepadamu tidaklah berbaiat kepadamu, kecuali berbaiat kepada Allah.”
Bahwa Nabi Muhammad saw. dibaiat, lalu Baginda bersyahadat kepada Allah dan pada dirinya sendiri, sesungguhnya tidaklah dia itu berbaiat kecuali berbaiat kepada Allah. artinya, kamu sebenarnya tidak berbaiat kepada Muhammad saw tetapi hakekat-nya berbaiat kepada Allah swt,
Dalam Kitab “Tafsirul Qur’anil Karim” menegaskan, bahwa dengan (menyebut) Asma Allah, berarti Asma Allah Ta’ala ( Nama-nama Allah) sifat yang menunjukkan keistimewaan-nya, yang berada di atas Sifat-sifat dan Dzat Allah Ta’ala. Sedangkan wujud Asma (nama-nama) itu sendiri menunjukkan arah-Nya, sementara kenyataan Asma itu menunjukkan Ketunggalan-Nya.
Allah itu sendiri merupakan Nama bagi Dzat (Ismu Dzat) Ketuhanan. dari segi Kemutlakan Nama itu sendiri. Bukan dari konotasi atau pengertian penyifatan bagi sifat-sifat-Nya, begitu pula bukan bagi pengertian “Tidak membuat penyifatan”.
“Ar- Rahman” adalah predikat yang melimpah terhadap wujud dan kesempurnaan secara universal. menurut relevansi hikmah.
“Ar-Rahiim” adalah yang melimpah bagi kesempurnaan maknawi yang ditentukan bagi manusia jika dilihat dari segi pangkal akhirnya.
Karena itu sering. disebutkan, “Wahai Yang Maha Rahman bagi dunia dan Maha Rahim bagi akhirat”.
Artinya, adalah sifat kemanusiaan yang sempurna, dan rahmat menyeluruh, baik secara umum maupun khusus, yang merupakan manifestasi dari Dzat Ilahi. Dalam konteks inilah Nabi Muhammad saw. Bersabda, “Aku diberi anugerah menyeluruh Kalam, dan aku diutus untuk menyempurnakan akhlak (menuju) kesempurnaan akhlak”.
Karena. kalimat-kalimat merupakan hakekat-hakelkat wujud dan kenyataannya. Sebagaimana Isa as, disebut sebagai kalimat dari Allah, sedangkan kesempurnaan akhlak adalah predikat dan keistimewaannya. Predikat itulah yang menjadi sumber perbuatan-perbuatan yang terkristal dalam jagat kemanusiaan. Memahaminya sangat halus. Di sanalah para Nabi – alaihimus salam – meletakkan huruf-huruf hijaiyah dengan menggunakan tirai struktur wujud. Kenyataan ini dapat ditemui dalam pada zaman Isa as, zaman Amirul Mukminin Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah, dan sebagian masa sahabat, yang secara keseluruhan menunjukkan kenyataan tersebut.
Disebutkan, bahwa wujud ini muncul dari huruf Baa’( ب ) dari Basmalah. Karena Baa’( ب ) tersebut mengiringi huruf Alif ( أ ) yang tersembunyi, yang sesungguhnya adalah Dzat Allah. Disini ada indikasi terhadap akal pertama, yang merupakan makhluk awal dari ciptaan Allah, yang disebutkan melalui firman-Nya, “Aku tidak menciptakan makhluk yang lebih Kucintai dan lebih Kumuliakan daripada dirimu, dan denganmu Aku memberi, denganmu Aku mengambil, denganmu Aku memberi pahala dan denganmu Aku menyiksa”. (Al-hadits).
Huruf-huruf yang terucapkan dalam Basmalah ada 18 huruf. Sedangkan yang tertera dalam tulisan berjumlah 19 huruf (satu huruf gaib tidak tertera) Apabila kalimat-kalimat menjadi terpisah. maka jumlah huruf yang terpisah menjadi 22.
18 huruf mengisyaratkan adanya alam-alam yang dikonotasika dengan jumlah 18 ribu alam. Karena huruf Alif merupakan hitungan sempurna yang memuat seluruh struktur jumlah.
Alif merupakan induk dari seluruh yang tidak lagi ada hitungan setelah Alif. Karena itu difahami sebagai induk dari segala induk alam yang disebut sebagai alam Jabarut, Alam Malakut, Arasy, Kursi, Tujuh langit., dan Empat anasir, serta tiga kelahiran yang masing masing terpisah dalam bagian-bagian tersendiri.
Sedangkan makna 19, menunjukkan penyertaan alam kemanusiaan. Walau pun masuk kategori alam hewan, namun alam insan itu menurut konotasi kemuliaan dan universalnya atas seluruh alam dalam bingkai wujud, roh adalah alam lain yang memiliki ragam jenis yang prinsip. Ia mempunyai bukti seperti posisi Jibril diantara para Malaikat.
Tiga Alif ( أ أ أ ) yang tersembunyi yang merupakan pelengkap terhadap dua puluh dua huruf ketika dipisah-pisah, merupakan petunjuk pada Alam Ilahi Yang Haq, menurut pengertian Dzat. Sifat dan Af ‘aal , yaitu tiga alam ketika dipisah-pisah, dan satu alam ketika dinilai dari hakekatnya.
Sementara tiga huruf yang tertulis menunjukkan adanya manifestasi alam-alam tersebut pada tempat penampilannya yang bersifat agung dan manusiawi.
Dan dalam rangka menutupi Alam Ilahi, ketika Rasulullah saw, ditanya soal Alif gaib yang melekat pada Baa’, ” kemana hilangnya Alif itu?” Maka Rasulullah saw, menjawab, “Dicuri oleh Setan”.
Maka diharuskan memanjangkan huruf Baa’nya Bismillah pada penulisan, sebagai ganti dari Alifnya, menunjukkan penyembunyian “Alif gaib” predikat Ketuhanan dalam gambaran Rahmat yang tersebar. Sedangkan penampakannya dalam potret manusia, tak akan boleh dikenal kecuali oleh ahlinya. Karenanya, dalam hadist disebutkan, “Manusia diciptakan menurut gambaran Nya”.
Dzat sendiri tersembunyi oleh Sifat, dan Sifat tersembunyi oleh Af’aal. Af’aal tersembunyikan oleh jagat-jagat dan makhluk.
Oleh sebab itu. Siapa pun yang meraih Tajjalinya Af’aal Allah dengan terbukanya hijab jagat raya, maka ia akan tawakkal. Siapa yang meraih Tajjalinya Sifat dengan terbuka hijab Af’aal, ia akan redha dan pasrah. Siapa yang meraih Tajjalinya Dzat dengan terbukanya hijab Sifat, ia akan fana dalam kesatuan.
Maka ia pun akan meraih penyatuan mutlak. Ia berbuat, tapi tidak berbuat. Ia membaca tapi tidak membaca “Bismillahirrahmaanirrahiim”.
Tauhidnya af’aal mendahului tauhidnya Sifat, dan ia berada di atas Tauhidnya Dzat. Dalam trilogi inilah Nabi saw, bermunajat dalam sujudnya,
“Tuhan, Aku berlindung dengan ampunanmu dari siksaMu, Aku berlindung dengan RidhaMu dari amarahMu, dan Aku berlindung denganMu dari diriMu”. Baca Juga : ALAM INSAN
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Komentar
Posting Komentar
SKP : MENANTI KOMENTAR ANDA DALAM RANGKA MEMBERIKAN MASUKAN SARAN DAN PENDAPAT.....