UJIAN GURU SUFI TERHADAP MURID
UJIAN GURU SUFI
Di Baghdad ia bergabung dengan kelompok Junaid. Ia menjadi sosok terkemuka dalam sejarah Al-Hallaj yang menghebohkan. Pertemuannya dengan Junaid Al-Baghdadi digambarkan oleh Fariduddin Aththar dalam kitab Tadzkirul Awliya. “Engkau dikatakan sebagai penjual mutiara, maka berilah aku satu atau juallah kepadaku sebutir,” kata Asy-Syibli kepada Junaid.
Maka Junaid pun menjawab:
Lalu kata Asy-Syibli, ”Jadi apakah yang harus kulakukan sekarang?”
Jawab Junaid, “Hendaklah engkau berjualan belerang selama setahun.”
Maka Asy-Syibli berjualan belerang selama setahun. Lorong-lorong Kota Baghdad dilaluinya tanpa seorangpun yang mengenalnya. Setelah setahun lewat, ia kembali kepada Junaid. Maka ujar Junaid :
Tanpa banyak bicara, ia pun segera melaksanakan perintah sang guru. “Setiap kali aku mengemis, semua yang kuperoleh kuserahkan kepada Junaid. Dan Junaid membagi-bagikan kepada orang-orang miskin, sementara pada malam hari aku dibiarkan kelaparan,” kenang Asy-Syibli.
Ilmu rahasia Ketuhanan tidak
didapat dengan mudah tapi dengan kesungguhan karena memang perjalanan kepada
Allah akan melewati rintangan dan hambatan, hanya orang yang tingkat keseriusan
tinggi bisa melewatinya. Seorang Guru Sufi dalam menerima murid juga akan
melihat tingkat keseriusannya dan tentu saja Guru akan memberikan ilmu menurut
kemampuan masing-masing murid. Ujian dari Guru Sufi kepada murid-muridnya
berbeda satu sama lain.
Berikut ini menarik untuk disimak kisah berguru
Asy-Syibli kepada Junaid (Junaidi al-Baghdadi) yang saya kutip dari dialog
antara keduanya dalam kisah itu menarik untuk disimak dan dijadikan bahan
pelajaran bagi kita dalam berguru.
Nama Abu Bakar Asy-Syibli
banyak menghiasi berbagai kitab tentang sufi. Ulama besar ini tidak hanya
dikenal dengan konsepnya tentang bagaimana menempuh jalan kerohanian, tapi juga
terkenal karena kehidupannya yang unik. Harta berlimpah dan jabatan tinggi
ditinggalkannya, demi memburu hakikat hidup dalam ritus sufisme yang mendalam.
Tak pelak kehidupannya yang unik memberikan inspirasi para peminat tasawuf bagi
generasi-generasi berikutnya.
Nama aslinya adalah Abu
Bakar bin Dulaf ibnu Juhdar Asy-Syibly. Nama Asy-Syibli dinisbatkan kepadanya
karena ia dibesarkan di Kota Syibli di wilayah Khurasan, Persia. Ia dilahirkan
pada 247 H di Baghdad atau Samarra dari keluarga yang cukup terhormat. Mendapat
pendidikan di lingkungan yang taat beragama dan berkecukupan harta, ia
berkembang menjadi seorang yang cerdas.
Di Baghdad ia bergabung dengan kelompok Junaid. Ia menjadi sosok terkemuka dalam sejarah Al-Hallaj yang menghebohkan. Pertemuannya dengan Junaid Al-Baghdadi digambarkan oleh Fariduddin Aththar dalam kitab Tadzkirul Awliya. “Engkau dikatakan sebagai penjual mutiara, maka berilah aku satu atau juallah kepadaku sebutir,” kata Asy-Syibli kepada Junaid.
Maka Junaid pun menjawab:
“Jika kujual kepadamu,
engkau tidak sanggup membelinya, jika kuberikan kepadamu secara cuma-cuma,
karena begitu mudah mendapatkannya engkau tidak akan menyadari betapa tinggi
nilainya. Lakukanlah apa yang aku lakukan, benamkanlah dulu kepalamu di lautan,
apabila engkau dapat dapat menunggu dengan sabar, niscaya engkau akan
mendapatkan mutiaramu sendiri"..
Lalu kata Asy-Syibli, ”Jadi apakah yang harus kulakukan sekarang?”
Jawab Junaid, “Hendaklah engkau berjualan belerang selama setahun.”
Maka Asy-Syibli berjualan belerang selama setahun. Lorong-lorong Kota Baghdad dilaluinya tanpa seorangpun yang mengenalnya. Setelah setahun lewat, ia kembali kepada Junaid. Maka ujar Junaid :
“Sekarang sadarilah nilaimu!
Kamu tidak ada artinya dalam pandangan orang lain. Janganlah engkau membenci
mereka dan janganlah engkau segan. Untuk beberapa lamanya engkau pernah menjadi
bendahara, dan untuk beberapa lamanya engkau pernah menjadi Gubernur. Sekarang
kembalilah ke tempat asalmu dan berilah imbalan kepada orang-orang yang pernah
engkau rugikan.”
Maka ia pun kembali ke Kota
Demavend. Rumah demi rumah disinggahinya untuk menyampaikan imbalan kepada
orang-orang yang pernah dirugikannya. Akhirnya masih tersisa satu orang, tapi ia
tidak tahu kemana dia pergi. Ia lalu berkata, “Aku telah membagi-bagikan 1000
dirham, tapi batinku tetap tidak menemukan kedamaian.” Setelah empat tahun
berlalu, ia pun kembali menemui Junaid. Perintah Junaid, “Masih ada sisa-sisa
keangkuhan dalam dirimu. Mengemislah selama setahun!”
Tanpa banyak bicara, ia pun segera melaksanakan perintah sang guru. “Setiap kali aku mengemis, semua yang kuperoleh kuserahkan kepada Junaid. Dan Junaid membagi-bagikan kepada orang-orang miskin, sementara pada malam hari aku dibiarkan kelaparan,” kenang Asy-Syibli.
Setahun kemudian Junaid
berkata, “Kini kuterima engkau sebagai sahabatku, tapi dengan satu syarat,
engkau terus jadi pelayan sahabat-sahabatku.”
Setelah ia melaksanakan perintah sang guru, Junaid berkata lagi, “Hai Abu
Bakar, bagaimanakah pandanganmu sekarang terhadap dirimu sendiri?” Jawab
Asy-Syibli, “Aku memandang diriku sendiri sebagai orang yang terhina di antara
semua makhluk Allah.”
Junaid menimpali, “Sekarang sadarilah nilai dirimu, engkau tidak ada nilainya
di mata sesamamu. Jangan pautkan hatimu pada mereka, dan janganlah sibuk dengan
mereka.” Junaid pun tersenyum, sembari berkata, “Kini sempurnalah keyakinanmu.” Baca juga : UJIAN MURID TERHADAP ILMU PEMBERIAN GURU
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Komentar
Posting Komentar
SKP : MENANTI KOMENTAR ANDA DALAM RANGKA MEMBERIKAN MASUKAN SARAN DAN PENDAPAT.....