SYAIKH SITI JENAR : DOKTRIN KEWALIAN SANGAT BERBEDA DENGAN KEWALIAN PADA UMUMNYA
Jika
engkau kagum kepada seseorang yang engkau anggap Wali Allah, janganlah engkau
terpancang padahal kekaguman akan sosok dan perilaku yang diperbuatnya. Sebab saat
seseorang berada pada tahap kewalian maka keberadaan dirinya sebagai manusia
telah lenyap, tenggelam ke dalam al-Waly.
Engkau bisa melihat cahaya kewalian pada diri seseorang yang jauh darimu. Namun, engkau tidak bisa melihat cahaya kewalian yang memancar dari diri orang-orang yang terdekat denganmu". Doktrin kewalian Syekh Siti Jenar sangat berbeda dengan doktrin kewalian orang Islam pada umumnya. Bagi Syekh Siti Jenar, yang menentukan seseorang itu wali atau bukan hanyalah pemilik nama al-Waliy, yaitu Allah.
Sehingga seorang wali tidak akan pernah peduli dengan berbagai tetek-bengek pandangan manusia dan makhluk lain terhadapnya. Demikian pula terhadap orang yang memandang kewalian seseorang. Syekh Siti Jenar menasihatkan agar jangan terkagum-kagum dan menetukan kewalian hanya karena perilaku serta kewajiban yang muncul darinya. Yang harus diingat adalah bahwa para auliya’ Allah adalah pengejawantahan dari Allah al-Waliy. Sehingga apapun yang lahir dari wali tersebut, bukanlah perilaku manusia dalam wadagnya, namun itu adalah perbuatan Allah.
Seorang wali dalam pandangan Syekh Siti Jenar tidak lain adalah manusia yang manunggal dengan al-Waliy dan itu berlangsung terus-menerus. Hanya saja perlu diingat, setiap tajalliyat-Nya adalah bagian dari si Wali tersebut, namun tidak semua sisi dan perbuatan si wali adalah perbuatan atau af’al al-Waliy. BACA JUGA DELAPAN UNSUR PENILAIAN KINERJA KARYAWAN
Kewalian bersifat terus-menerus, hanya saja saat Sang Wali tenggelam dalam
al-Waly. Berlangsungnya Cuma beberapa saat. Dan saat tenggelam ke dalam al-Waly
itulah sang wali benar-benar menjadi pengejawantahan al-Waly. Lantaran itu,
sang wali memiliki kekeramatan yang tidak bisa diukur dengan akal pikiran
manusia, di mana karamah itu sendiri pada hakikatnya adalah pengejawantahan
dari kekuasaan al-Waly.
Dan lantaran itu pula yang dinamakan karamah adalah sesuatu di luar kehendak
sang wali pribadi. Semua itu semata-mata kehendak-Nya mutlak. Kekasih Allah itu
ibarat cahaya. Jika ia berada di kejauhan, kelihatan sekali terangnya. Namun
jika cahaya itu di dekatkan ke mata, mata kita akan silau dan tidak bisa
melihatnya dengan jelas. Semakin dekat cahaya itu ke mata maka kita akan
semakin buta tidak bisa melihatnya.
Engkau bisa melihat cahaya kewalian pada diri seseorang yang jauh darimu. Namun, engkau tidak bisa melihat cahaya kewalian yang memancar dari diri orang-orang yang terdekat denganmu". Doktrin kewalian Syekh Siti Jenar sangat berbeda dengan doktrin kewalian orang Islam pada umumnya. Bagi Syekh Siti Jenar, yang menentukan seseorang itu wali atau bukan hanyalah pemilik nama al-Waliy, yaitu Allah.
Sehingga seorang wali tidak akan pernah peduli dengan berbagai tetek-bengek pandangan manusia dan makhluk lain terhadapnya. Demikian pula terhadap orang yang memandang kewalian seseorang. Syekh Siti Jenar menasihatkan agar jangan terkagum-kagum dan menetukan kewalian hanya karena perilaku serta kewajiban yang muncul darinya. Yang harus diingat adalah bahwa para auliya’ Allah adalah pengejawantahan dari Allah al-Waliy. Sehingga apapun yang lahir dari wali tersebut, bukanlah perilaku manusia dalam wadagnya, namun itu adalah perbuatan Allah.
Seorang wali dalam pandangan Syekh Siti Jenar tidak lain adalah manusia yang manunggal dengan al-Waliy dan itu berlangsung terus-menerus. Hanya saja perlu diingat, setiap tajalliyat-Nya adalah bagian dari si Wali tersebut, namun tidak semua sisi dan perbuatan si wali adalah perbuatan atau af’al al-Waliy.
Bahwa tugas manusia adalah menanggung rahasia Allah dan
memulangkan rahasia tersebut di dalam keadaan yang bersih, suci seperti asalnya
tatkala awal di terimanya dahulu. Setelah dilahirkan ke muka bumi ini mulai
dari kecil hingga besar manusia telah menjalani dinamika dalam kehidupannya hingga
sampailah dia meninggal dunia, mulai saat itulah maka dia harus mempertanggung
jawabkan amanah yang telah diberikan yaitu sumpah janji kita dengan
Allah Ta’ala.
Manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan bersih disisi Allah,
tetapi kemudian menjadi kotor dan terhijab hubungannya dengan
Allah s.w.t., oleh karena itu maka terputuslah hubungan diri batin
rahasia Tuhannya dengan diri Empunya Diri.
Keadaan seperti ini bisa diibaratkan seperti orang yang hidup
sebatang kara dan berada di dalam gua yang tertutup, gelap gulita, tidak ada
cahaya serta tidak ada juga jalan untuk keluar dari gua tersebut.
Hidupnya merana, resah, gelisah dan sebagainya sebelum dia dapat
menemukan kembali jalan untuk keluar dari gua tersebut.
Begitu juga hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia
memerlukan sinar hidayah untuk mengeluarkan dirinya dari hijab kegelapan, agar
bisa kembali membuat hubungan dengan diri Empunya Diri.
Perlu diketahui bahwa hubungan antara diri Rahasia dengan diri
Empunya diri harus berhubungan terus tanpa terputus dalam hidupnya selama
24 jam setiap hari dan setiap detik.
Seandainya diri kasar ( jasmani ) dapat dibikin
menjadi gemuk dan sehat dengan memberi makan-makanan yang lezat seperti :
daging, buah-buahan dan lain sebagainya, maka begitu juga dengan diri
halus ( rohani ), dia juga membutuhkan makanan yang bisa membuat dirinya
menjadi segar, gemuk dan bersih.
Makanan yang dimaksudkan itu adalah zikir.
Dengan makanan zikirlah maka dia dapat berhubungan dengan diri Empunya Diri
dikala nafas masih dikandung badan atau jasad dan roh belum berpisah.
Oleh karena itu jika badan kasar manusia memerlukan minuman dan
makanan agar bisa sehat, senang dan gembira, maka badan Rohani kita juga tidak
terlepas daripada hal yang sama, semua itu tidak lain dan tidak bukan
adalah zikrillah.
Oleh sebab itu makanan zikir ini harus kita sediakan supaya
badan Rohani kita ini akan menjadi sehat, segar, suci, seimbang dengan
kesehatan tubuh kasar kita.
Kebanyakan orang hanya bisa menjaga tubuh kasar ini dengan baik,
kebersihan di jaga, makan minum di jaga, pakaian di jaga, pendek kata semuanya
di jaga dengan baik. Tetapi mereka lupa menjaga dirinya yang satu lagi, yaitu
Rohani. Mereka membiarkan badan rohani itu tersiksa, kurus kering yang
akhirnya menyebabkan jiwanya, matanya, pendengarannya tertutup oleh hijab-hijab
yang tebal yang mengakibatkan terputusnya hubungan dirinya dengan Empunya Diri.
Akibat terputusnya hubungan manusia dengan Tuhannya itu,
maka muncullah sifat-sifat yang tidak baik pada diri manusia tersebut yang pada
akhirnya menjauhkan dirinya dengan Empunya Diri, di samping itu timbul juga
perangai-perangai yang dibenci oleh syariat dan hakikat Allah s.w.t.
Manusia seperti ini akan hilang perasaannya, hilang
pertimbangannya. hilang fikiran baiknya, dan juga akan hilang akal sehatnya
sehingga menyebabkan benih-benih iman pada dirinya menjadi kotor
dan mati. Bila saja benih-benih imannya mati maka manusia tersebut
akan menjadi sesat dan lupa akan tugas utamanya dengan Allah s.w.t. dan
manusia itu diibaratkan seperti seekor bangkai yang bernyawa ataupun
binatang berupa manusia.
Menyadari hal ini maka manusia harus kembali ke jalan Tuhannya
dengan cara mengenal Tuhannya yang menjadi tuan Empunya Diri.
Seperti sabda Rasulullah s.a.w.
“Awalludin Makrifatullah ” Artinya
: Bahwa
awal-awal hidup (agama) itu adalah mengenai Allah.
Oleh karena Allah Ta’ala mempunyai sifat yang tidak dapat
dikenal oleh panca indra, maka diberikanlah jalan
untuk mengenalinya dengan cara mengenal Rahasia diri sendiri.
Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah s.w.t. di dalam
Hadist Qudsi : “Man
Arafa nafsahu fakad arafa Rabbahu ”
Artinya :
Barang siapa yang mengenal dirinya, maka kenallah Tuhannya.
Dalam proses pengenalan dirinya ini maka beberapa jalan harus
ditempuh dan dilalui yaitu jalan tarikat, jalan hakikat dan jalan
makrifat. Jalan-jalan
ini adalah merupakan jalan-jalan yang pernah ditempuh dan dilalui oleh para
Rasul, Nabi-Nabi, Aulia-aulia, para Ariffin-Billah, para Siddiqin, para
Salehin dan Wali-Wali Allah yang agung.
Mereka yang hendak menuju ke jalan ini haruslah membersihkan
diri, hati, jiwa dan raga mereka yaitu, bersih dari sifat iri, dengki, khianat,
syirik dan lain sebagainya yang mana semua sifat-sifat itu tidak disukai oleh
Syari’at dan Hakikatnya Allah s.w.t.
Mereka hendaklah mendapatkan latihan untuk membersihkan dirinya
dan jiwanya melalui seorang guru Hakiki dan Makrifat lagi Mursyid,
yang bisa memberikan petuah dan petunjuk agar mengikuti pengalamannya untuk
menuju ke martabat Hakiki dan Makrifat.
Seseorang itu hendaklah mencari seorang guru yang Mursyid, yang
mempunyai ciri-ciri sebagaimana yang akan diterangkan di dalam bab
mengenai “GURU MURSYID”.
Setelah menemui guru-guru yang Mursyid mereka haruslah
berguru dengan guru yang dijumpainva itu serta meminta izin dari guru
tersebut untuk disambung saluran Jalan Hakiki dan Makrifat dari padanya.
Bila saja tersambung saluran jalan Tarikat, Hakikat, Makrifat,
maka sudah tentu gurunya akan mengarahkannya untuk berbuat sesuatu seperti
disuruh berzikir, dengan zikir-zikir tertentu atau dengan cara-cara yang diatur
oleh guru tersebut mengikuti tata caranya, tentunya setelah diangkat menjadi
muridnya.
Maka hendaklah muridnya tersebut beramal dengan petuah-petuah
yang diberikan oleh gurunya dari satu peringkat keperingkat berikutnya, dari
satu zikir ke satu zikir berikutnya.
Seperti sabda Rasulullah s.a.w.
Artinya : “Barang
siapa mengamalkan apa-apa yang ia ketahui (yang dipetuakan) niscaya akan
diwariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya”Syarat-syarat anak murid yang ingin mempelajari ilmu Hakikat
ketuhanan, hendaklah mempunyai sifat ketabahan dan memenuhi 4 syarat penting :
1.
Berani
. ‘
2. Ikhlas
3. . Fikirannya tajam
4. Akal yang
waras.
Bila seseorang mempunyai sifat-sifat ini maka bolehlah dia
mempelajari ilmu hakikat dan Makrifat.
Adapun syarat-syarat seseorang yang hendak menuntut ilmu
Hakikat, maka hendaklah mereka mengetahui dan mengikuti syarat menuntut ilmu
seperti di bawah ini agar dia bisa memperoleh berkahnya di dunia dan akhirat.
1. Jangan
mendurhakai guru dan anak cucunya sampai tujuh keturunan
2.
Hendaklah
taat kepada perintah guru.
3.
Hendaklah
seorang murid senantiasa berkhidmat kepada gurunya.
4.
Bersedekah
kepada gurunya dengan ikhlas.
5.
Mengunjungi
rumah guru minimal 2 hari raya setiap tahunnya.
6.
Mencium
tangan gurunya ketika bersalam dengan gurunya.
7.
Senantiasa
merendahkan dirinya kepada gurunya.
Di dalam menuntut ilmu Hakikat dan Makrifat ada 4 hal yang tidak
boleh dilanggar secara sengaja atau tidak sengaja dan ini menjadi pantangan
atau larangan besar dalam menuntut Ilmu Hakiki dan Makrifat.
Pertama : Durhaka kepada gurunya.
Kedua : Tidak beriman terhadap sesuatu yang
ghaib yang berkaitan dengan ilmunya.
Ketiga : Tidak meyakini atau ragu terhadap kebenaran
ilmunya.
Keempat : Tidak tauhid dengan ilmunya yaitu tidak mempunyai
keteguhan keyakinan terhadap keberkatan dan kesaktian ilmunya.
Adapun syarat-syarat murid dengan murid seperguruannya adalah :
1. Jangan iri hati diantara satu dengan yang lainnya.
2. Senantiasa mengamalkan dan menelaah ilmunya sesama murid.
3. Jangan bertengkar atau berkelahi sesama murid yang lain.
4. Senantiasa tolong menolong antara satu dengan lain.
5. Hendaklah menganggap sesama murid itu bersaudara.
6. Senantiasa memberi ingatan kepada yang lalai.
7. Membela gurunya dan kawan seperguruan-nya.
Pada peringkat awal penerimaan ilmu Hakiki dan Makrifat maka
murid tersebut hendaklah mengamalkan petuah-petuah yang diberikan oleh
gurunya. sehingga murid tersebut dia akan mendapatkan NUR dalam
bentuk mimpi di dalam tidurnya. Mimpi-mimpi ini adalah merupakan
sebagian daripada ilmu ghaib melalui penyampaian LADUNI dan
bila hal ini dialami oleh murid tersebut, maka hal ini harus
diingat baik-baik, tentang apa-apa yang dilihatnya dalam mimpinya tersebut.
Misalnya keadaan tempat, suasana tempat, orang-orang yang
dijumpainya, bentuk rupa dan wajah orang-orang di dalam mimpinya tersebut dan
sebagainya tentang apa-apa yang digambarkan di dalam mimpinya itu. Setelah itu
murid tersebut sebaiknya membuat catatan untuk dipersembahkan kepada
pengetahuan gurunya agar mendapat tabir
penafsiran terhadap makna dan maksud mimpi tersebut di dalam konteks ilmu
Hakiki dan Makrifat.
Murid ini hendaklah terus menerus dan tekun
mengamalkan petuah-petuah dari gurunya hingga dia bisa membersihkan
gumpalan darah kotor yang berada di Jantungnya shingga terpancarlah nur dari
hatinya dan sesungguhnya nur itulah yang dinamakan hati nurani . Setelah
berhasil mendapatkan hati nurani maka murid tersebut dalam
menjalani latihan hakikat dan makrifat ini akan dikaruniakan satu mata yang
dapat melihat dan menembus 7 lapis langit 7 lapis bumi, mata
tersebut dinamakan mata bashir. Sesungguhnya melalui mata bashir dan
telinga batin inilah seseorang murid tadi akan dapat menerima ilmu dari
guru-guru ghaib yang akan mengajar ilmu hakiki dan makrifat melalui satu lagi
cabang atau cara penyampaian LADUNl yaitu SIRUSIR.
Keadaan tingkah-laku murid pada peringkat ini sudah mulai
berhasil membentuk jiwanya tenang, lapang, tidak ada lagi perasaan resah
gelisah di dalam hidupnya. sedangkan hatinya terus berada bersama Allah pada
setiap detik dan setiap saat.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
Surah Al Fajr ayat : 27 – 30
Artinya : Wahai orang-orang yang bernafsu pulanglah
kepada pangkuan Tuhanmu dengan perasaan lapang dan kesenangan
dan jadilah kamu hambaKu dan kekallah dirimu didalam Syurga.
Pada peringkat ini murid tersebut bisa disifatkan telah mencapai
maqam wali kecil yaitu pada martabat nafsu mutmainnah dan
Syurga dijamin sudah oleh Allah di Akhirat nanti.
Pada martabat ini mereka telah dapat meningkatkan pendengaran
dan penglihatan mereka melalui telinga batin dan mata bashir mereka ke alam
Barzah ( alam kubur ). Mereka juga dapat melihat bagaimana alam
Barzakh.
Mereka bisa melihat dan mendengar dengan mata kepala mereka
sendiri bagaimana nasib atau suka-duka seseorang itu yang telah berada di alam
Barzakh. Di samping itu juga mereka diberi kemampuan untuk menjelajahi ke alam
lain. Oleh sebab itu bila telah sampai ke martabat ini seseorang murid itu
tidaklah boleh memberhentikan latihan dan amalannya mengikuti petuah gurunya.
Dia harus bekerja lebih keras dan lebih tabah untuk menjangkau martabat yang
lebih tinggi lagi.
Dia harus berusaha membersihkan dirinya untuk mencapai tingkatan
yang lebih luhur lagi, pada tingkatan ini hatinya sering fana bersama dengan
Allah s.w.t. zikirnya pada tingkatan ini telah melekat dihatinya pada setiap
saat dan tidak terpisah dari menilik rahasia dirinya serta dia dapat memecah
diri batinnya dari satu wajah ke wajah yang lain sampailah ke wajah
yang tertinggi pada martabat 9.
Proses
Pemecahan Wajah (KHAWASUL QHAWAS)
Wajah di
dalam wajah kita ada 9 bernama :
1.
Sirrus sirr 2. Sirr 3. Ahdah 4. Wahdah
5. Wahdiah
6.
Ahmad 7. Muhammad 8. Mustafa 9.
Mahmud.
Ada 9
(Sembilan) Tashahud juga yang kita lakukan dalam Sholat 5 waktu dan pada
waktu-waktu itulah wajah - wajah ini akan keluar. “Inni Wajjahtu wajhiya lillazi
fatar-as-samawati wal arda hanifam wama ana min-al-mushrikin.”
Bagi
mereka yang belum menjalani Maqam Sholahuddaim, maka dia tidak dapat
mengeluarkan wajah-wajah ini, karena apabila wajah Ahmad dan Muhammad keluar
dan mereka tidak menapaki Maqam Sholahuddaim maka itu artinya dia akan mati.
Hanya
yang sudah mencapai Maqam Sholahuddaim saja yang boleh keluarkan wajah-wajah
ini. Missalnya untuk pergi ke18.000 Alam, untuk beribadah atau menjalankan
tugas Allah. Banyaknya alam ini karena Allah RABBUL ALAMIN dan Nabi
Muhammad juga RAHMATALLIL ALAMIN dan kita RAHMATAN FIL ALAMIN.
Ilmu
tentang wajah-wajah akan terbuka ketika telah menguasai Ilmu tentang Nafas,
Anfas, Tanafas dan Nufus, setelah melewati beberapa tahapan, misalnya
dengan Nafas Ar-Rahman dan Wajah Ar-Rahman.
Dalam hal
kita menapaki jalan Tasyawuf yaitu jalan Hakekat dan Makrifatullah, diperlukan
suatu keikhlasan dan kesungguhan oleh karena itu Guru yang Mursyid dan yang
Kasyaf sangat diperlukan untuk memantau dari jarak jauh, maksudnya guru tahu
apa yang anak murid mimpikan di malam hari.
Kemampuan
untuk “DUDUK DALAM KALIMAH” penting, ini artinya kita harus menguasai Zikir
Nafas dan penyucian diri, agar kita mampu menghalau semua yang akan datang
mengganggu, mereka yang mencapai tahap suci ini akan dapat berjumpa dengan para
Anbiya’ dan para Malaikat, dapat belajar langsung dari mereka, kemudian jika
maqam meningkat maka akan diberikan nama Rahasia yang dengan nama inilah
penghuni langit mengenalinya.
Jika saja
Roh dapat menembus 7 lapis langit, maka tentu dapat juga menembus 7 lapis
bumi, dan pastinya akan dapat mengetahui rahasia-rahasia makhluk
yang duduk di semua lapisan ini. Dengan demikian mudahlah bagi mereka
untuk menghantar pulang makhluk yang asalnya dari lapisan-lapisan ini, pada
kondisi ini biasanya gurunya terlebih dahulu sudah membuka rahasia huruf-huruf
Muqotat, sebab ini merupakan kunci-kunci perbendaharaan untuk masuk kedalamnya.
Bagi
mereka yang sudah disahkan Mengenal Diri = Mengenal Allah, maka tidak ada yang
dapat mengodanya dengan apapun jua, walau godaan tetap saja ada dan juga
bagi yang dapat mengenal Diri akan diberi Anugerah Kasyaf (tembus pandang) oleh
Allah Ta’ala.
Bukti
sudah mengenal Diri ialah ketika dia dapat mengeluarkan 9 wajahnya semua. Dan
juga, ketika dia telah ditalqinkan oleh gurunya (kafan-kan) dan ketika pintu
langit telah terbuka dan dia melihat semua isi langit : Sidratul Muntaha,
Baitul Arsy, Arsyillah.
Puncaknya
adalah ketika masuknya Al-Quran dari langit terus ke Dada dan mendapat
kesempatan membaca Al-Quran di Sidratul Muntaha.
Allah
berfirman di dalam Hadis QudsiNya :
“Hai
hambaKu, bila engkau ingin masuk ke HaramilKu (Haramil Qudsiyah), maka engkau
jangan tergoda oleh Mulki, Malakut, Jabarut karena alam Mulki adalah setan bagi
orang Alim, Alam Malakut adalah setan bagi orang Arif dan Alam Jabarut adalah
setan bagi orang yang akan masuk ke Alam Qudsiyah”.
Wajib
bagi semua manusia mengetahui kapasitas dirinya yaitu berada pada alam yang
mana dan jangan mengaku-ngaku sesuatu yang bukan haknya. “Allah menyayangi
orang-orang yang mengetahui kadar dirinya dan tidak melewati batas
perjalanannya menjaga lisannya dan tidak menyia-yiakan umurnya”.
Seorang
Alim harus mampu mencapai makna hakekat manusia yang disebut “Tiflul Ma’ani”
(Bayi Ma’nawi). Setelah itu harus mendidiknya dengan tetap melakukan Asma
Tauhid dan keluar dari alam Jasmani ke alam Ruhani, yaitu alam As-Sirri yang di
sana tidak ada sesuatu pun selain AlLah. Sirr itu seperti lapangan dari cahaya,
tidak ada ujungnya. Inilah Maqam
Al-Muwahidin atau Maqamnya Kaum-Kaum Muwahid.
Berusahalah
untuk mencapai ke tahap itu melalui ajaran guru atau orang yang ahlinya. Ada di
antaranya sengaja tidak diuraikan dengan lebih lanjut karena sebagiannya adalah
rahasia yang perlu dibicarakan secara khusus. MELAHIRKAN
SEMULA BAYI MAKNAWI = MEMULANGKAN AMANAH ALLAH.
Syeikh
Abdul Qadir Al-Jailani adalah SULTANUL atau QUTUBUL AULIA’ yakni Penghulu
segala Wali wali Allah, maka wajarlah kita dalam mencari JALAN PULANG
menjadikan beliau sebagai salah satu SUMBER rujukan. Petikan dari kitab
“SIRRUR ASRAR” .
Syeikh
Abdul Qadir Al-Jailani menamakan kandungan itu sebagai TIFLUL MA’ANI atau BAYI
MAKNAWI dan menjelaskan bahwa istilah itu merujuk kepada RUHKU ALLAH yang
disebutnya sebagai RUH AL-QUDSI.
1.
Makhluk pertama yang diciptakan Allah (baca ditajallikan) adalah RUH MUHAMMAD
diciptakan dari Cahaya JAMAL ULLAH.
2.
Ruh Muhammad adalah RUH YANG TERMURNI sebagai makhluk pertama dan ASAL seluruh
makhluk. Dari Ruh Muhammad itulah Allah menciptakan semua ruh di Alam LAHUT
yakni NEGERI ASAL bagi seluruh manusia. Maka kita sebut kita ini sebagai UMAT
MUHAMMAD.
3.
Selanjutnya ruh-ruh (perhatikan bukan ruh tetapi ruh ruh) diturunkan ke Alam
TERENDAH dimasukkan pada makhluk terendah yakni JASAD setelah membuat PENGAKUAN
dihari PERJANJIAN dimana Allah bertanya “Alastu birabbikum” = Bukankah
Aku ini Tuhanmu ? Ruh menjawab, Benar Engkaulah Tuhan kami.
4.
Proses turunnya (ruh) adalah setelah ruh diciptakan di Alam LAHUT , maka
diturunkan ke Alam JABARUT dan DIBALUT dengan CAHAYA JABARUT sebagai pakaian
antara DUA HARAM disebut sebagai RUH SULTANI. Selanjutnya diturunkan lagi
ke Alam MALAKUT dan dibalut dengan cahaya MALAKUT dinamakan sebagai RUH RUHANI.
Kemudian diturunkan lagi ke Alam MULKI dan dibalut dengan CAHAYA Mulki
dinamakan RUH JASMANI.
5.
Untuk KEMBALI (jalan pulang) ke negeri asalnya (Alam LAHUT) manusia perlu
beribadah, maksudnya ibadah disini adalah MAKRIFATULLAH. Makrifat terwujud bila manusia dapat melihat indahnya
sesuatu YANG TERPENDAM dan TERTUTUP didalam RASA di LUBUK HATI disebut sebagai
KUNZA MAHFIYYAN = terpendam dan tertutup, firman Allah : “
Kuciptakan makhluk agar mereka MengenalKu”.
6.
Alam Makrifat = Alam Lahut = Negeri Asal kita = Tempat Ruh Al-Qudsi = Bayi Yang
Perlu Dilahirkan semula = AKU.
7.
Yang dimaksudkan dengan Ruh Al-Qudsi adalah HAKEKAT MANUSIA yang disimpan
di LUBUK HATI, Keberadaannya akan diketahui dengan MENGAMALKAN secara
TERUS MENERUS Kalimah Syahadah “La Ilaha Illallah”.
8. Ahli
tasyawuf menamakan Ruh Al-Qudsi dengan sebutan TIFLUL MAANI ( bayi maknawi )
karena ia dari MA’NAWIYAH QUDSIYYAH. Pemberian nama TIFLUL MAANI
didasarkan kepada :
1.
Ia lahir dari HATI seperti lahirnya bayi dari RAHIM ibu dan ia diurus dan
dibesarkan hingga dewasa (dengan gerak rasa).
2.
Bayi bersih dari segala kotoran dosa lahirriyah. Tiflul Maani juga bersih dari
SYIRIK dan GAFLAH (lupa kepada Allah).
3.
Tiflul Ma’ani HALUS dan SUCI.
4.
Ia BERWUJUD seperti RUPA MANUSIA (itu) juga karena MANISnya bukan karena
kecilnya dan dilihat dari AWAL ADA-nya, ia adalah MANUSIA HAKIKI (yang
sebenar-benarnya kita atau manusia = A-KU), karena Dialah YANG BERHUBUNGAN
LANGSUNG DENGAN ALLAH. (jasad tak bisa berhubung dengan Allah secara langsung
/terus-menerus).
5.
Firman Allah melalui Hadith Qudsi :
“AKU
punya waktu khusus dengan Allah, Malaikat terdekat , nabi dan rasul tidak akan
memilikkinya”. “Kamu sekalian akan melihat Tuhanmu saperti kamu melihat
sinar bulan purnama”.
Al-Quran
:
“Wajah
wajah orang MUKMIN pada hari itu BERSER-SERI”.
Yang
dimaksudkan dengan MALAIKAT TERDEKAT = RUH RUHANI yang diciptakan di alam
Jabarut.
Bila
segala sesuatu SELAIN RUH AL-QUDSI masuk ke Alam LAHUT maka pasti akan
TERBAKAR.
Dalil
dari Hadist Qudsi yang lainnya :
1.
ILMU BATIN adalah RAHASIA diantara RahasiaKu. Aku jadikan didalam HATI hamba
hambaKu dan tidak ada MENEMPATINYA kecuali AKU.
2.
Aku ini BERADA pada SANGKAAN hambaKu. Aku bersamanya ketika dia MENGINGAT-KU.
Bila dia mengingatKu pada HATI-nya, Aku pun mengingatnya pada Zat-Ku.
Telah
disampaikan Syaikh Siti Jenar : Semuanya harus ditundukkan di bawah Zat Yang Wajib Memimpin.
“T A F A
K U R”
Yang
dimaksudkan dengan Hadits ini adalah manusia pada WUJUD MANUSIA yaitu di alam
TAFAKUR. Hadits Baginda Rasul : “Tafakur sesaat lebih besar pahalanya daripada
IBADAH 70 tahun” . Dan berfikir tentang MAKRIFAT kepada Allah , maka nilai
tafakurnya lebih daripada beribadah seribu tahun. Ini adalah ALAM MAKRIFAT
yaitu ALAM TAUHID.
Wajhillah
= Wajah Allah dalam al-Quran
Ayat-ayat
berikut yaitu : (2:115), (2:272) , (30:38), (30:39) dan (76:9)mempunyai
rahasia yang besar dari segi hiraki manusia , pentabiran Allah swt kepada para
Khalifah-khalifahNya yang merupakan
golongan
Khawasul Khawas. Ulasan ringkas : Ayat pertama yang menyebut Wajah Allah ialah
Al-Baqarah : 115. Sejak awal menyatakan bahwa kepunyaan Allah-lah Timur dan
Barat yang menekankan bahwa untuk melihat Wajah Allah kita harus meletakkan
diri kita sebagai hamba yang tidak punya apa-apa sebab semuanya hak Allah.
Ini
diakhiri dengan Surah Al-Insan ayat (76 : 9). Yang menekankan agar manusia
wajib melihat Wajah Allah dengan menggunakan 9 wajahnya.
5 ayat di
bawah ini menjadi sandaran penting untuk Melihat Wajah Allah :
1.
Terkait dengan 5X sholat fardhu = waktu yang wajib untuk memandang Wajah
Allah.
2.
Terkait dengan 5 Ulul azmi = Muhammad saw, Isa as, Musa as, Ibrahim as dan Nuh
as, yang menjadi pemandu kepada “Al Ghauts/Kembali” dalam melaksanakan tugasnya
sebagai Ketua Khalifah.
3.
Terkait dengan 5 Naqib kepada Al-Ghauts = Qutb, Qut Al Bilad, Qutb Al Aqtab ,
Qutb Al Irshad , Qutb Al Mutasarrif.
4. Di
bawah setiap 5 Naqib itu masing –masing ada = 7 Budala (diketuai Qutb), 7
Nujuba’ (diketuai Qutb Al Bilad), 7 Nuquba’ (diketuai Qutb Al Aqtab ), 7 Awtad (diketuai
Qutb Al Irshad) dan 7Ahyar (diketuai Qutb Al Mutasarrif).
5.
Walaupun ini menunjukkan satu hiraki tegak terdapat juga hiraki mendatar yaitu
Qutb, lebih tinggi dari Qutb Al Bilad lebih tinggi dari Qutb Al Aqtab
lebih tinggi dari Qutb Al Irshad lebih tinggi dari Qutb Al Mutasarrif.
6. Dalam
masyarakat kita selalu disebut tentang kewujudan 40 Abdal, maka sebenarnya semua
mereka yang di bawah Al Ghauts ini ada 40 orang. Mereka juga disebut “Rijalul Gaib”
dan maqam mereka adalah As Siddiqun dan Al Muqarrabun.
7. Mereka
semua (1+40 orang) senantiasa melaksanakan Sholahud Da’im karena mereka
pilihan Allah (Ahlullah) dan senantiasa memandang Wajah Allah.
8. Mereka
dan para Wali-wali Allah yang lain mengajak dengan ayat (12 : 108) mendapat
limpahan Rahmat dari Allah seperti yang disebut dalam surahYunus (10 : 62).
9. Dibawa
ini adalah 5 ayat yang di dalamnya terdapat uraian tentang tugas para
Khalifah Allah swt, yaitu :
1. Qs.
Al-Baqarah 2 : 115.
”Dan
kepunyaan Allahlah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap maka
disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmatNya) lagi Maha
Mengetahui”.
2. Qs. Al-Baqarah
2 : 272.
“Bukanlah
kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang
memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja
harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk
kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari
keridhoan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu
akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikit pun tidak akan dianiaya
(dirugikan)”.
3. Qs. Ar-Rum
30 : 38.
“Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui”.
4. Qs. Ar-Rum
30 : 39.
“Dan
sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka
(yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.
5. QS. Al-Insan
76 : 9.
“Sesungguhnya
kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami
tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”.
Bagi mereka yang telah berhasil mendapat wajah, mereka ini akan
berpeluang menelusuri alam yang lebih jauh. Mereka dapat menembus 7 lapis
langit, 7 lapis bumi. Mereka menjelajah sambil melawat dengan penuh kenikmatan,
kebahagiaan dan kegembiraan yang tidak mungkin dapat di ungkapkan dengan
kata-kata. Hal ini hanya bisa dirasakan sendiri oleh orang-orang yang
mendalaminya dan yang telah sampai pada martabatnya.
Jiwa mereka saat ini sering fana bersama dengan Allah s.w.t. serta
jiwanya tidak pernah terpisah pada ingatanya kepada Allah s.w.t. pada
kondisi ini hatinya mulai bersih, suci dan luhur pada Allah s.w.t. mereka
sering lupa diri zahirnya karena terlampau asyik menilik ke dalam rahasianya
sendiri karena mereka menikmati suatu kelezatan yang ter-amat sangat.
Dalam keadaan fana beginilah maka seorang murid tersebut sering
terucap dari mulutnya yang menimbulkan fitnah pada orang-orang syariat.
Misalnya terucaplah dari mulutnya dengan kata “aku makan
semeja dengan Tuhanku” ataupun sambil mengangkat tangannya kepada
orang“Ini tangan Tuhan”, kadang-kadang keluar ucapan secara fasih dan
nyaring dengan kata-kata “Akulah Tuhan sebenarnya” dan lain
sebagainya yang membuat bingung orang-orang syariat. Keadaan ini timbul karena
begitu kuatnya gelora fana yang bergelombang didalam lamunan cintanya terhadap
diri rahasianya.
Dalam kondisi murid yang keadaannya seperti ini maka dia harus
mendapat perhatian khusus dari gurunya agar dia tidak menimbulkan suatu fitnah
dari orang-orang syariat yang bisa jadi membahayakan keselamatan dirinya
sendiri. Bila
seseorang murid itu telah berhasil mencapai tahapan ini, maka bolehlah
disifatkan murid tersebut telah sampai ke martabat Wali Besar ( Wali
Akbar ) pada peringkat nafsu …… ataupun …………..
Kalau sudah mencapai ke tahapan ini maka seorang murid tersebut
akan menerima tamu-tamu agung yang terdiri dari para Rasul, para Nabi, para
Aulia, dan Wali-wali Allah yang datang mengunjungi mereka dan mengajarkan
ilmu-ilmu yang lebih dalam dan memberi peluang kepada mereka menjelajahi
alam yang lebih jauh termasuk Syurga, Neraka, Arash dan Qudsi Allah s.w.t.
Kehadiran para pelawat agung tersebut adalah secara hidup-hidup
bukan dalam suatu mimpi. Penerimaan tetamu semacam ini disebut oleh para ahli
Tasawuf sebagai cara penerimaan Laduni di peringkat Tasawuf.
Jiwa murid yang telah Berhasil menerima – Tasawuf ini sangat
tenang, hatinya tetap terus bersama Tuhannya pada setiap saat dan terhadap diri
rahasianya adalah tetap. Pada situasi seperti ini bisa juga disifatkan murid
tersebut telah dapat sampai ke maqom Fana Bakabillah dan
duduklah ia di dalam kelezatan bersama dengan Allah s.w.t.
Setelah menerima Tawassul, maka seseorang murid tersebut
hendaklah berusaha terus untuk menjangkau satu lagi martabat …( Insan
Kamil ) pada martabat nafsu………taupun ……….
Dimana bila saja tercapai pada martabat ini murid tersebut akan
menjadi orang yang tertinggi di sisi Allah s.w.t. dan di pandang mulia oleh
setiap makhluk di muka bumi ini.
Murid ini dalam kehidupannya seperti orang biasa pada umumnya
yaitu : berniaga, bertani, berpolitik, dan sebagainya sehingga susah bagi orang
lain untuk menerka kedudukan ilmunya dan mertabatnya di sisi Allah s.w.t.
Pendek kata kehidupan mereka seperti orang biasa pada umumnya,
tidak menampakan ilmunya dan lain-lain perangai yang susah untuk ditebak oleh
manusia biasa tentang kealimannya, ketinggian derajatnya, keberkatan dirinya
dan sebagainya. Dalam
kehidupnya mereka membaur dalam masyarakat dengan menyembunyikan
ilmunya, sementara hatinya tidak sekali-kali pernah melupai Allah s.w.t. walau
sedetikpun.
Ingatan dan tilikan terhadap diri rahasinya tidak pernah lepas
atau lalai, malah dia tetap tinggal dan beristana didalamnya pada setiap saat
sepanjang hayatnya. Inilah
suatu martabat yang paling tinggi yang dapat dicapai oleh manusia di dalam
memakrifatkan dirinya dengan Allah s.w.t. mereka sangatmengenal akan dirinya
dengan arti kata yang sebenar-benarnya.
Dialah seorang manusia yang tetap berada di sisi Allah di dunia
dan akhirat, dan di akhirat nanti mereka akan ditempatkan bersama para Rasul,
Aulia, Nabi-nabi di dalam menikmati bakti yang tertinggi.
Seperti firman Allah s.w.t. di dalam Al-Qur’an :
Surah : An Nisaa’ Ayat 69
Artinya :
Dan barang siapa yang mentaati Allah da rasulnya. Mereka itu
akan bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat yaitu para Nabi, para
Shidiqqin, para Syuhadah dan orang-orang Shalleh dan mereka itulah
sebaik-baiknya umat.
Ingatlah bahwa permulaan pada saat tercapainya seorang murid
pada Martabat Wali Kecil yaitu pada nafsu ….maka timbullah sifat-sifat agung
yang di miliki oleh seorang Wali seperti : berkat, keramat, mustajab dan
sifat-sifat lainnya yang tidak ada pada manusia biasa, pendek kata apa yang
adalah apa yang diminta akan dikabulkan, apa yang dikehendaki akan terjadi.
Manakala telah tercapai peringkat atau martabat Wali Besar yaitu
pada nafsu …. atau ….. maka muncul juga sifat-sifat kesaktian atas
dirinya. Disini
semua kelakuan yang diperbuatnya akan diridhoi oleh Allah Ta’ala secara
spontan. Pada
hak tertinggi para Tasawuf mensifatkan kelakuan begini sebagai :
KUN FAYAKUN
Artinya :
Jadi maka jadilah
Pada martabat ini mereka mempunyai kesaktian yang amat tinggi. Baca juga Syaikh-siti-jenar-doktrin-kewalian
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Komentar
Posting Komentar
SKP : MENANTI KOMENTAR ANDA DALAM RANGKA MEMBERIKAN MASUKAN SARAN DAN PENDAPAT.....