SANG MURSYID (9)
Bukan masih ada kata “kalau-kalau”.
Kalau-kalau = kalau Allah berkehendak (Insya Allah) = mudah-mudahan = ragu-ragu = tidak pasti (Maksudnya : untuk kata Insya Allah sudah di salah gunakan untuk hal yang belum pasti, padahal Insya Allah itu kata pasti). Kepastian perkataan harus di ketahui dengan tepat, tidak mengira-ngira atau menduga-duga.
Dalam ke-ilmuan Hakekat dan Marifatullah telah diajarkan tentang kepastian perkataan dan perlakuan, bukan masih dalam “pradugaan” yang dipakai oleh orang-orang selama ini dalam memahami jaminan keselamatan hidup. Pengetahuan kepastian tersebut, bukan karena “ingin” mendahulukan Allah swt dan Rasulnya, melainkan telah menjadi suratan dariNya, bahwa kepastian itu (Hak) dapat diketahuinya dengan tepat dan pasti khusus bagi mereka yang menjalani ajaran spritual sejati ini dengan benar dan tepat pula, hanya sayang-nya sebagian orang yang belum “sampai” telah salah menganggap dengan mengatakan “takabur”. Para Mursyid “jarang” mengucapkan “hanya Allah swt yang mengetahui” karena masih ada unsur “kalau” sekalipun ada untuk “memperhalus” bahasa biasanya mereka mengucapnya dengan “Ridha Allah Sw”.
Mengapa para Mursyid berlaku demikian? karena “kehendak” bagi para Mursyid bergaris lurus dengan kehendak Allah swt. “Apabila seorang hamba Allah swt telah dikasihi maka, ucapan-nya adalah ucapan-Nya, perkataan-nya adalah perkataan-Nya, pendengaran-nya adalah pendengaran-Nya, perbuatan-nya adalah perbuatan-Nya”. Kalaulah semua adalah “perbuatan” Allah swt jua.. mengapa lagi mengucapkan “hanya Allah swt yang mengetahui..?”
Mungkin anda ingin bertanya?.....Masih adakah Guru seperti itu di negeri ini? TENTU.! (dengan penuh keyakinan).
Negeri kita adalah negeri para kekasihNya, masih menyimpan para kekasih yang kualitas spritualnya mampu memberikan kepastian keselamatan bagi para muridnya.
Sekarang pertanyan diatas telah terjawab, pertanyaan berikutnya.
Maukah anda mencari dan duduk di Majelis Guru..? ….
Sekalipun kabar tentang Guru telah ada, bahkan kita telah jumpa dengannya, tidak sedikit orang yang enggan untuk menimba ilmu dan pengajaraanya, sama seperti bangsa arab yang tidak mau mendengarkan seruan Muhammad saw saat itu. Mengapa demikian…?. Alasannya : “Penampilan” Mursyid tidak meyakinkan dan Tidak kelihatan seperti seorang Guru.
Mereka lebih suka (percaya) berjumpa dengan seorang “guru” yang cukup “meyakinkan” yang telah di “bungkus” lahirnya dengan desain pakaian yang ternama apalagi bisa muncul di tv dan terkenal se-antero negeri. Alangkah naifnya kalau cara pikirnya seperti ini. Mari membuka mata batin dalam memandang seorang guru pembimbing untuk jalan keselamatan.
Tanyakan hati nurani yang dalam ketika kita menjumpai seorang guru. Hati Nurani tidak bisa di bohongi oleh Lahiriah. Hati Nurani selalu mengatakan yang Murni. Yang Murni inilah yang kita cari. Akhirul kalam.
Kebenaran yang tampak menutupi kebenaran yang hakiki di anggap benar maka penyesalan-lah akhirnya.
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Komentar
Posting Komentar
SKP : MENANTI KOMENTAR ANDA DALAM RANGKA MEMBERIKAN MASUKAN SARAN DAN PENDAPAT.....