TASK FORCE PUNGLI
BACA JUGA PENGERTIAN "MAKAR"
Dengan pertimbangan bahwa praktik pungutan liar (Pungli) telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, pemerintah memandang perlu upaya pemberantasan secara tegas, terpadu, efektif, efisien, dan mampu menimbulkan efek jera. Dalam upaya pemberantasan pungutan liar itu, pemerintah memandang perlu dibentuk satuan tugas sapu bersih pungutan liar.
“Satgas Saber Pungli berkedudukan di bawah bertanggung jawab kepada Presiden,” bunyi Pasal 1 ayat (2) Perpres ini.Atas dasar pertimbangan tersebut, Presiden Joko Widodo pada 20 Oktober 2016 telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, yang selanjutnya disebut Satgas Saber Pungli.
Menurut Perpres ini, Satgas Saber Pungli mempunyai tugas melaksanakan pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana prasarana, baik yang berada di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah.
Dalam melaksanakan tugasnya, menurut Perpres ini, Satgas Saber Pungli menyelenggarakan fungsi: a. Intelijen; b. Pencegahan; c. Penindakan; dan d. Yustisi.
Adapun wewenang Satgas Saber Pungli adalah: a. Membangun sistem pencegahan dan pemberantasan pungutan liar; b. Melakukan pengumpulan data dan informasi dari kementerian/lembaga dan pihak lain yang terkait dengan menggunakan teknologi informasi; c. Mengoordinasikan, merencanakan, dan melaksanakan operasi pemberantasan pungutan liar; d. Melakukan operasi tangkap tangan; e. Memberikan rekomendasi kepada pimpinan kementerian/lembaga, serta kepala pemerintah daerah untuk memberikan sanksi kepada pelaku pungli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; f. Memberikan rekomendasi pembentukan dan pelaksanaan tugas lain unit Saber Pungli di setiap instansi penyelenggara pelayaan publik kepada pimpinan kementerian/lembaga dan kepala pemerintah daerah; dan g. Melakukan evaluasi pemberantasan pungutan liar.
Organisasi
Menurut Perpres Nomor 87 Tahun 2016 itu, susunan organisasi Satgas Saber Pungli terdiri atas:
Pengendali/Penaggung jawab: Menko bidang Politik, Hukum, dan Keamanan;
Ketua Pelaksana: Inspektur Pengawasan Umum Polri;
Wakil Ketua Pelaksana I: Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri;
Wakil Ketua Pelaksana II: Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan;
Sekretaris: Staf Ahli di lingkungan Kemenko bidang Polhukam;
Anggota: 1. Polri; 2. Kejaksaan Agung; 3. Kementerian Dalam Negeri; 4. Kementerian Hukum dan HAM; 5. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK); 6. Ombudsman RI; 7. Badan Intelijen Negara (BIN); dan 8. Polisi Militer TNI.
Menurut Perpres ini, untuk melaksanakan tugas Satgas Saber Pungli, Pengendali/Penanggung jawab Satgas Saber Pungli dapat mengangkat kelompok ahli dan kelompok kerja sesuai kebutuhan. “Kelompok ahli sebagaimana dimaksud berasal dari unsur akademisi, tokoh masyarakat, dan unsur lain yang mempunyai keahlian di bidang pemberantasan pungutan liar,” bunyi Pasal 6 ayat (2) Perpres ini.
Sementara Kelompok Kerja sebagaimana dimaksud, keanggotaannya terdiri dari unsur-unsur kementerian/lembaga.
Pepres ini juga menegaskan, bahwa kementerian/lembaga dan pemerintah daerah melaksanakan pemberantasan pungutan liar di lingkungan kerja masing-masing, dan membentuk unit pemberantasan pungutan liar pada satuan pengawas internal atau unit kerja lain di lingkungan kerja masing-masing.
“Unit pemberantasan pungutan liar yang berada pada masing-masing kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi dengan Satgas Saber Pungli,” bunyi Pasal 8 ayat (5) Perpres ini.
Perpres ini juga menegaskan, masyarakat dapat berperan serta dalam pemberantasan pungutan liar, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui media elektronik atau non elektronik, dalam bentuk pemberian informasi, pengaduan, pelaporan, dan/atau bentuk lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Satgas Saber Pungli, menurut Perpres ini, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui Anggaran Belanja Kementerian Koordinator bidang Polhukam.
“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 14 Perpres Nomor 87 Tahun 2016 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 21 Oktober 2016 itu. (Pusdatin/ES)
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?